38

MEMBENTUK

PRIBADI MUSLIM YANG TANGGUH

 

Pribadi muslim adalah gambaran Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin. Perilaku umat Islam adalah cerminan dari agama Islam. Sehingga orang luar Islam yang akan menilai agama Islam biasanya melihat perilaku umatnya, bukan melihat bagaimana ajaran agamanya. Imam Syibli mengatakan bahwa pribadi muslim itu harus laksana pohon mangga di pinggir jalan: Disambit dengan batu tetapi dibalas dengan buah.

Umat Islam harus memberikan gambaran yang baik terhadap manusia dan lingkungannya, sebab umat Islam adalah umat yang terbaik yang Allah turunkan kepada manusia.

“Kamu Adalah umat yang terbaik yang diturunkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

Orang Islam itu laksana tanaman yang akarnya menghunjam ke perut bumi, yaitu iman dan aqidah, sementara cabangnya menjulang ke angkasa, yang menghasilkan buah- buahan yang bermanfaat, dan itu adalah amal shalih. Allah SWT berfirman:

 أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ() تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ()  ابراهيم: 24-25

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan- perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)

Pribadi- pribadi seperti inilah yang akan menebarkan missi Islam ke tengah- tengah masyarakat. Namun kita prihatin menyaksikan kondisi umat Islam yang semakin hari semakin runtuh, menyaksikan kualitas umat Islam yang semakin merosot, sehingga tidak lagi mampu berhadapan dengan tantangan yang dihadapi. Ini adalah kenyataan yang pernah diucapkan oleh Rasulullah SAW.

بَدَأَالْاِسْلَامُ غَرِيْبًاوَسَيَعُوْدُغَرِيْبًاكَمَابَدَأَفَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ. قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ مَنِ الْغُرَبَاءُ. قَالَ اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ اِذَاأَفْسَدَالنَّاسُ.  رواه احمد

“Islam mula- mula datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti semula. Maka berbahagialah orang- orang yang dianggap asing. (Para sahabat) bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang yang dianggap asing itu ?” Rasulullah menjawab: “Ialah orang- orang yang berbuat baik pada saat manusia berbuat kerusakan”. (HR. Ahmad)

Maka umat Islam harus dengan penuh kesadaran segera membenahi dirinya, berupaya melakukan pembinaan yang intensif agar menjadi umat yang kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Rasulullah menegaskan bahwa orang mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang- orang mu’min yang lemah.

اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلىَ اللهَ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

 “Orang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mu’min yang lemah.”

Pertama, membina aqidah yang kuat, yang dapat membuahkan amal shaleh. Di satu sisi imannya kuat dan di sisi lain imannya membuahkan amal shaleh (alladzina amanu wa’amilush-shalihat)

Keimanan ini harus dipupuk secara terus menerus (kontinyu), karena iman itu sering naik turun, tidak stabil. Adakalanya hari ini keimanan kita kuat, esok lusa kembali mengalami degradasi . Bahkan mungkin iman kita lepas dari tubuh kita (murtad). Maka setiap saat kita harus memperbaharui keimanan

جَدِّدُوْااِيْمَانَكُمْ فَاِنَّهُ يَزِيْدُوَيَنْقُصُ

 “Perbaharuilah imanmu, karena sesuangguhnya keimanan itu (terkadang) bertambah dan (terkadang) berkurang.”

Banyak faktor penyebab rusaknya iman, ada yang dari dalam dan ada yang dari luar. Penyebab dari dalam yaitu hawa nafsu, seperti egois, rakus, serakah, amarah, dendam, kebencian dan lain- lain. Sedangkan penyebab dari luar bisa berasal dari manusia seperti ajakan berbuat ma’shiyat dan munkarat, dan berasal dari syetan/ jin melalui godaan halusnya ke dalam hati kita.

Untuk dapat lebih meningkatkan keimanan, maka pertama banyak- banyaklah berdzikir kepada Allah, baik dengan lisan, perbuatan maupun hati. Manifestasi dari dzikir ini adalah seluruh pengabdian kita kepada Allah SWT. Kedua,  banyak- banyaklah duduk di majelis ilmu, agar wawasan kita semakin luas dan beribadah sesuai dengan ilmunya. Ketiga, bertemanlah dengan orang baik, orang shaleh agar kita selalu berada di rel yang benar. Kita dapat bercermin kepada teman kita dan mendapat nasihat pada saat berbuat keburukan. Keempat kurangi dan hindari perbuatan- perbuatan yang kurang bermakna/ bermanfaat, sebab perbuatan buruk yang kita anggap sepele itu secara perlahan tapi pasti akan menyeret kita ke jurang kecelakaan. Berawal dari mencoba, pada ahirnya akan menjadi pecandu.

Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)

Dalam diri manusia itu ada sumber- sumber kekuatan/ daya (SDM), yang apabila dikembangkan secara optimal akan melahirkan manusia- manusia yang tanggauh. Sumber- sumber daya tersebut adalah: insting/ naluri, hati/ perasaan, indera, akal/ rasio dan kemampuan fisik.

Muslim yang tangguh dan berguna adalah apabila SDM-nya dikembangkan secara optimal. Terlebih pada saat memasuki era globalisasi ini dimana persaingan hidup semakin keras dan tantangan semakin berat, sangat dibutuhkan namusia- manusia yang berkualitas tinggi. Rasulullah SAW bersabda:

لاَخَيْرَفِيْمَنْ كَانَ مِنْ اُمَّتِيْ لَيْسَ بِعَالِمٍ وَلاَمُتَعَلِّمٍ

 “Tidak ada kebaikan pada umatku jika tidak ada orang pintar dan orang yang mengajarkan ilmu.”

Jangan sampai kita meninggalkan generasi penerus yang lemah dan buruk, sebab zaman yang mereka hadapi jauh lebih berat dengan zaman yang kita lalui.

Allah SWT berfirman.

 وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang- orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak- anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An- Nisa: 9)

Kita tidak boleh meninggalkan keturunan atau generasi yang lemah, baik lemah fisiknya, mentalnya, imannya maupun lemah pengetahuannya. Sebab dalam kondisi lemah sementara tantangan semakin berat, maka akan melahirkan kondisi generasi yang selalu kalah dan runtuh. Kemenangan tidak akan dapat diraih kecuali dengan kekuatan. Maka untuk melahirkan generasi yang kuat dan tangguh, yang paling vital adalah meningkatkan kualitas lembaga- lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan harus benar- benar berorientasi kepada upaya menciptakan manusia yang cerdas dan berkualitas.

 Ketiga, adanya kontinyuitas da’wah dalam rangka membina jama’ah Islamiyah.

Da’wah yang kontinyu artinya yang dilaksanakan secara terus menerus oleh umat Islam, tidak secerti letupan- letupan kecil atau seperti jamur di musim hujan. Da’wah tidak mengenal musim seperti buah- buahan, tetapi da’wah adalah aktifitas sepanjang masa (ila yaumil qiyamah).

Da’wah bukan hanya tugas para ‘alim ‘ulama saja, da’wah bukan semata- mata tugas para kiyai dan para ustadz, tetapi tugas kita bersama.  Perjuangan Islam ibarat mata rantai yang panjang, bermula dari gerak da’wah Nabi Adam AS dan akan berahir pada hari kiamat nanti. Selama rentang waktu yang panjang itu, setiap muslim pada zamannya masing- masing wajib berda’wah dan berjihad secara kontinyu sesuai dengan kemampuannya masing- masing. Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin baru bisa terealisir bila ditegakkan sebagai bangunan yang utuh berdasarkan aqidah, syari’ah dan akhlakul karimah.

Gerak da’wah tidak pernah mengenal berhenti. Sebab di depan mata kita terbentang problem umat yang yang kian rumit yang membutuhkan peranan dan keterlibatan kita. Di pundak kita masing- masing ada tanggung jawab sosial, yang kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Hidup di tengah- tengah masyarakat bagaikan para penumpang kapal yang sedang mengarungi lautan. Seluruh penumpang harus menjaga kapal, jangan dirusak, jangan dibocorkan, agar kapal selamat sampai di tujuan. Demikian pula hidup bermasyarakat, satu orang saja berbuat keburukan, akibatnya dapat menimpa seluruh anggota masyarakat. Karenanya tugas kita bersama; Di satu sisi kita harus amar ma’ruf dan di sisi lain kita harus nahi munkar.

                                                                         Ciputat, 1997

                                                                        Drs.H.Djedjen Zainuddin

MEMBENTUK PRIBADI MUSLIM YANG TANGGUH

38

MEMBENTUK

PRIBADI MUSLIM YANG TANGGUH

      Pribadi muslim adalah gambaran Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin. Perilaku umat Islam adalah cerminan dari agama Islam. Sehingga orang luar Islam yang akan menilai agama Islam biasanya melihat perilaku umatnya, bukan melihat bagaimana ajaran agamanya. Imam Syibli mengatakan bahwa pribadi muslim itu harus laksana pohon mangga di pinggir jalan: Disambit dengan batu tetapi dibalas dengan buah.

    Umat Islam harus memberikan gambaran yang baik terhadap manusia dan lingkungannya, sebab umat Islam adalah umat yang terbaik yang Allah turunkan kepada manusia.

Artinya:

“Kamu Adalah umat yang terbaik yang diturunkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

Orang Islam itu laksana tanaman yang akarnya menghunjam ke perut bumi, yaitu iman dan aqidah, sementara cabangnya menjulang ke angkasa, yang menghasilkan buah- buahan yang bermanfaat, dan itu adalah amal shalih. Allah SWT berfirman:

 أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ() تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ()  ابراهيم: 24-25

Artinya:

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan- perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)

     Pribadi- pribadi seperti inilah yang akan menebarkan missi Islam ke tengah- tengah masyarakat. Namun kita prihatin menyaksikan kondisi umat Islam yang semakin hari semakin runtuh, menyaksikan kualitas umat Islam yang semakin merosot, sehingga tidak lagi mampu berhadapan dengan tantangan yang dihadapi. Ini adalah kenyataan yang pernah diucapkan oleh Rasulullah SAW.

بَدَأَالْاِسْلَامُ غَرِيْبًاوَسَيَعُوْدُغَرِيْبًاكَمَابَدَأَفَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ. قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ مَنِ الْغُرَبَاءُ. قَالَ اَلَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ اِذَاأَفْسَدَالنَّاسُ.  رواه احمد

Artinya:

“Islam mula- mula datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti semula. Maka berbahagialah orang- orang yang dianggap asing. (Para sahabat) bertanya: “Ya Rasulallah, siapakah orang yang dianggap asing itu ?” Rasulullah menjawab: “Ialah orang- orang yang berbuat baik pada saat manusia berbuat kerusakan”. (HR. Ahmad)

 Maka umat Islam harus dengan penuh kesadaran segera membenahi dirinya, berupaya melakukan pembinaan yang intensif agar menjadi umat yang kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Rasulullah menegaskan bahwa orang mu’min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang- orang mu’min yang lemah.

اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلىَ اللهَ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

 “Orang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mu’min yang lemah.”

 Pertama, membina aqidah yang kuat, yang dapat membuahkan amal shaleh. Di satu sisi imannya kuat dan di sisi lain imannya membuahkan amal shaleh (alladzina amanu wa’amilush-shalihat)

Keimanan ini harus dipupuk secara terus menerus (kontinyu), karena iman itu sering naik turun, tidak stabil. Adakalanya hari ini keimanan kita kuat, esok lusa kembali mengalami degradasi . Bahkan mungkin iman kita lepas dari tubuh kita (murtad). Maka setiap saat kita harus memperbaharui keimanan

جَدِّدُوْااِيْمَانَكُمْ فَاِنَّهُ يَزِيْدُوَيَنْقُصُ

 “Perbaharuilah imanmu, karena sesuangguhnya keimanan itu (terkadang) bertambah dan (terkadang) berkurang.”

     Banyak faktor penyebab rusaknya iman, ada yang dari dalam dan ada yang dari luar. Penyebab dari dalam yaitu hawa nafsu, seperti egois, rakus, serakah, amarah, dendam, kebencian dan lain- lain. Sedangkan penyebab dari luar bisa berasal dari manusia seperti ajakan berbuat ma’shiyat dan munkarat, dan berasal dari syetan/ jin melalui godaan halusnya ke dalam hati kita.

     Untuk dapat lebih meningkatkan keimanan, maka pertama banyak- banyaklah berdzikir kepada Allah, baik dengan lisan, perbuatan maupun hati. Manifestasi dari dzikir ini adalah seluruh pengabdian kita kepada Allah SWT. Kedua,  banyak- banyaklah duduk di majelis ilmu, agar wawasan kita semakin luas dan beribadah sesuai dengan ilmunya. Ketiga, bertemanlah dengan orang baik, orang shaleh agar kita selalu berada di rel yang benar. Kita dapat bercermin kepada teman kita dan mendapat nasihat pada saat berbuat keburukan. Keempat kurangi dan hindari perbuatan- perbuatan yang kurang bermakna/ bermanfaat, sebab perbuatan buruk yang kita anggap sepele itu secara perlahan tapi pasti akan menyeret kita ke jurang kecelakaan. Berawal dari mencoba, pada ahirnya akan menjadi pecandu.

 Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)

     Dalam diri manusia itu ada sumber- sumber kekuatan/ daya (SDM), yang apabila dikembangkan secara optimal akan melahirkan manusia- manusia yang tanggauh. Sumber- sumber daya tersebut adalah: insting/ naluri, hati/ perasaan, indera, akal/ rasio dan kemampuan fisik.

      Muslim yang tangguh dan berguna adalah apabila SDM-nya dikembangkan secara optimal. Terlebih pada saat memasuki era globalisasi ini dimana persaingan hidup semakin keras dan tantangan semakin berat, sangat dibutuhkan namusia- manusia yang berkualitas tinggi. Rasulullah SAW bersabda:

لاَخَيْرَفِيْمَنْ كَانَ مِنْ اُمَّتِيْ لَيْسَ بِعَالِمٍ وَلاَمُتَعَلِّمٍ

 “Tidak ada kebaikan pada umatku jika tidak ada orang pintar dan orang yang mengajarkan ilmu.”

Jangan sampai kita meninggalkan generasi penerus yang lemah dan buruk, sebab zaman yang mereka hadapi jauh lebih berat dengan zaman yang kita lalui.

Allah SWT berfirman.

 وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang- orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak- anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An- Nisa: 9)

     Kita tidak boleh meninggalkan keturunan atau generasi yang lemah, baik lemah fisiknya, mentalnya, imannya maupun lemah pengetahuannya. Sebab dalam kondisi lemah sementara tantangan semakin berat, maka akan melahirkan kondisi generasi yang selalu kalah dan runtuh. Kemenangan tidak akan dapat diraih kecuali dengan kekuatan. Maka untuk melahirkan generasi yang kuat dan tangguh, yang paling vital adalah meningkatkan kualitas lembaga- lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan harus benar- benar berorientasi kepada upaya menciptakan manusia yang cerdas dan berkualitas.

 Ketiga, adanya kontinyuitas da’wah dalam rangka membina jama’ah Islamiyah.

     Da’wah yang kontinyu artinya yang dilaksanakan secara terus menerus oleh umat Islam, tidak secerti letupan- letupan kecil atau seperti jamur di musim hujan. Da’wah tidak mengenal musim seperti buah- buahan, tetapi da’wah adalah aktifitas sepanjang masa (ila yaumil qiyamah).

     Da’wah bukan hanya tugas para ‘alim ‘ulama saja, da’wah bukan semata- mata tugas para kiyai dan para ustadz, tetapi tugas kita bersama.  Perjuangan Islam ibarat mata rantai yang panjang, bermula dari gerak da’wah Nabi Adam AS dan akan berahir pada hari kiamat nanti. Selama rentang waktu yang panjang itu, setiap muslim pada zamannya masing- masing wajib berda’wah dan berjihad secara kontinyu sesuai dengan kemampuannya masing- masing. Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin baru bisa terealisir bila ditegakkan sebagai bangunan yang utuh berdasarkan aqidah, syari’ah dan akhlakul karimah.

     Gerak da’wah tidak pernah mengenal berhenti. Sebab di depan mata kita terbentang problem umat yang yang kian rumit yang membutuhkan peranan dan keterlibatan kita. Di pundak kita masing- masing ada tanggung jawab sosial, yang kelak akan dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Hidup di tengah- tengah masyarakat bagaikan para penumpang kapal yang sedang mengarungi lautan. Seluruh penumpang harus menjaga kapal, jangan dirusak, jangan dibocorkan, agar kapal selamat sampai di tujuan. Demikian pula hidup bermasyarakat, satu orang saja berbuat keburukan, akibatnya dapat menimpa seluruh anggota masyarakat. Karenanya tugas kita bersama; Di satu sisi kita harus amar ma’ruf dan di sisi lain kita harus nahi munkar.

                                                                         Ciputat, 1997

                                                                        Drs.H.Djedjen Zainuddin

UNTUK APA MANUSIA BERIBADAH

37

UNTUK APA MANUSIA BERIBADAH

     Mari kita merenungkan tentang keberadaan diri kita di muka bumi ini. Sebenarnya untuk apa manusia itu diciptakan Allah SWT ? Allah SWT memberikan keterangan di dalam Al-Qur’an, bahwa inti diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT, untuk beribadah kepada-Nya dan untuk berkhidmat di hadapan-Nya.

وماخلقت الجن والانس الاليعبدون. الذاريات: 56

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

     Ibadah adalah ketaatan yang disertai dengan ketundukan dan kerendahan diri kepada Allah SWT. Karenanya yang wajib diibadati hanyalah Allah SWT. Kita tidak boleh tunduk dan beribadah kepada selain Allah SWT. Sebab semua yang ada selain Allah adalah makhluk-Nya. Maka sangat tidak pantas apabila makhluk Allah dijadikan sembahan oleh makhluk-Nya.

 Ibadah adalah ketaatan yang disertai dengan ketundukan hati. Namun banyak manusia yang tidak tunduk kepada-Nya, karena hatinya masih dikuasai oleh sifat kesombongannya, disamping belum menyadari untuk apa dirinya beribadah kepada-Nya. Setiap hari harus shalat lima kali, dalam satu minggu wajib shalat Jum’at, setiap tahun turun kewajiban berpuasa selama satu bulan, belum kewajiban- kewajiban yang lainnya. Sungguh sangat berat beban yang harus dipikul oleh manusia. Untuk apa kita ini banyak beribadah ?

    Jika Allah memerintahkan kepada manusia agar menyembah kepada-Nya, sebenarnya perintah itu adalah untuk kepentingan dan kegunaan  manusia. Ibadah itu adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia, baik pribadi maupun masyarakat. Allah sama sekali tidak mempunyai kepentingan dengan ibdah manusia. Jika seluruh manusia beribadah kepada-Nya, maka tidak akan menambah kebesaran Allah SWT. Juga seandainya seluruh manusia membangkang atas perintah-Nya, maka tidak akan menyebabkan berkurangnya keagungan Allah SWT. Allah SWT Maha Besar, Maha Agung karena diri-Nya sendiri, dan Ia tidak butuh bantuan kepada makhluk-Nya.

Allah SWT berfirman

من عمل صالحافلنفسه ومن اساءفعليهاوماربك بظلام للعبيد. الفصلت: 46

“Barang siapa yang mengerjakan amal yang shaleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri, dan sekali- kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba- hamba-Nya.” (QS. Fushilat: 46)

 Yusuf Qardawi berpendapat, ada beberapa syarat agar perbuatan manusia bernilai ibadah:

  1. Perbuatan tersebut secara substansial tidak bertentangan dengan syariat Islam. Maka misalnya berjudi dengan niat untuk menyumbang ke masjid  tidak termasuk ibadah. Sebab walau bagaimanapun hasilnya berjudi itu  adalah perbuatan yang bertentangan atau dilarang oleh Islam. Contoh lain misalnya korupsi dengan niat untuk menunaikan ibadah haji. Ini pun tidak termasuk ibadah, sebab korupsi adalah perbuatan munkarat yang dilarang oleh agama. Jika itu tetap dilakukan, maka korupsinya berdosa dan hajinya insya Allah ditolak oleh Allah SWT.
  2. Dilandasi dengan niat yang suci dan ikhlas lillahi ta’ala. Niat selalu menjadi landasan dari semua peribadatan kita, dan niat selalu menjadi rukun ibadah. Shalat, puasa dan lain- lain tanpa diawali dengan niat, maka dalam pandangan agama hukumnya tidak sah. Demikian juga berbagai aktifitas kita sehari- hari seperti makan, minum, tidur dan lain- lain, baru akan bernilai ibadah apabila diniatkan lillahi ta’ala.
  3. Harus memperhatikan aturan- aturan Allah SWT dan tidak ada unsur- unsur kedzaliman, penghianatan dan penipuan. Misalnya; jual beli itu adalah ibadah. Tetapi apabila di dalamnya ada unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli,maka tidak lagi bernilai ibadah.
  4. Perbuatan- perbuatan atau kegiatan- kegiatan duniawi yang dilakukan dengan niat ibadah tidak boleh menghalangi kewajiban- kewajiban agama. Misalnya bekerja mencari nafkah tidak boleh melalaikan kita untuk beribadah kepada Allah.

      Ada ibadah dimensi vertikal, yaitu ibadah yang langsung kepada Allah, dan ada ibadah dimensi horizontal, yaitu ibadah kepada Allah melalui perbuatan baik kepada manusia dan sesama makhluk Allah. Semua jenis ibadah ini manfaat dan hikmahnya untuk manusia.

 

Ibadah yang vertikal misalnya shalat fardhu. Bila dilaksanakan dengan baik maka akan melahirkan kesucian jiwa dan ketundukan hati yang tinggi kepada Allah SWT. Sehingga akan membentuk manusia yang selalu berupaya melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ini sebagai bukti firman Allah SWT:

ان الصلوةتنهى عن الفخشاءوالمنكر. العنكبوت: 45

“Sesungguhnya shalat itu  mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan munkar.” (QS. Al-‘Ankabut: 45)

     Pada saat manusia sedang sujud, dengan merendahkan kepala, sambil mengagungkan asma Allah, maka akan terkikislah sifat keangkuhan dan kesombongan manusia. Manusia akan menyadari akan kelemahannya, manusia akan merasakan sebagai makhluk yang dha’if di hadapan Allah SWT, sehingga dengan shalat lahirlah manusia- manusia yang baik di dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Apabila shalat dilaksanakan dengan berjama’ah maka akan melahirkan kehidupan sosial yang kokoh, karena akan terbentuk rasa persaudaraan yang kuat. Bahkan shalat berjam’ah adalah sebaik- baik syi’ar Islam.

       Ibadah puasa yang secara lahiriyah menjadikan pelakunya haus dan lapar, tetapi dapat membentuk manusia- manusia yang tangguh, baik jasmani maupun rohaninya. Ibadah puasa dapat melahirkan manusia yang taat, sabar, ikhlas, jujur, peka/ peduli terhadap penderitaan orang lain, disiplin dan sehat. Sifat- sifat ini sangat dibutuhkan manusia baik bagi kehidupan individu maupun kehidupan kemasyarakatan. Kalau tidak ada perintah puasa, maka di dunia ini akan dipenuhi oleh manusia- manusia jahat, sombong dan bergelimang dengan kemunkaran sepanjang hayatnya. Hanya akan berkeliaran manusia- manusia yang hanya mengikuti selera dan hawa nafsunya saja. Sungguh ini sangat mencelakakan dirinya dan orang lain.

      Demikian pula dengan ibadah haji, berat dilaksanakannya dan besar biayanya. Tetapi dampaknya sangat luar biasa bagi manusia, misalnya akan tercipta ukhuwah dan solidaritas umat Islam sedunia. Bahkan  ibadah haji sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan sikap manusia. Ibadah haji dilaksanakan hanya beberapa hari saja, tapi setiap orang yang menunaikan ibadah ini sikap dan perilakunya berubah menjadi manusia yang lebih baik. Sehingga ada yang berpendapat tidak ada ibadah yang lebih besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku seseorang daripada ibadah haji.

      Demikian pula ibadah yang tersalurkan melalui perbuatan baik atau amal shaleh terhadap sesama, dampaknya langsung dapat dirasakan oleh manusia. Misalnya memberikan pertolongan kepada manusia, maka pertolongan itu adalah suatu ibadah yang langsung manfaatnya dapat dirasakan oleh orang yang ditolong. Allah SWT berfirman:

وتعاونواعلى البروالتقوى ولاتعاونواعلى الاثم والعدوان.  المائدة: 2

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan tqwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah: 2)

      Mencegah perbuatan munkar adalah juga termasuk ibadah yang dampaknya langsung dirasakan oleh manusia, yaitu terciptanya masyarakat yang baik yang selalu berada di jalan yang benar. Di dalam kehidupan masyarakat selalu ada tanggung jawab sosial bagi tiap- tiap individu. Sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW bahwa kehidupan masyarakat itu bagaikan para penumpang kapal, yang setiap penumpang harus menjaga untuk tidak merusak kapal. Sebab apabila salah seorang misalnya membocorkan kapal, maka bukan saja yang membocorkan akan celaka, tetapi seluruh penumpang kapal bisa tenggelam. Ini adalah tanggung jawab bersama dalam menyelamatkan kapal, dalam hal ini kehidupan bersama.

      Dalam suatu perjalan Nabi Musa mengadu kepada Allah: “Ya Allah, mengapa jika sebagian kecil penduduk negeri berbuat munkar, tetapi seluruh kaum Kau hancurkan ? Ini sungguh tidak adil Ya Allah !” Keluhan Nabi Musa tidak dijawab oleh Allah, dan Nabi Musa pun melanjutkan perjalannya. Di tengah perjalanan ia lelah dan beristirahat di bawah pohon kurma, sampai ahirnya terlelap tidur. Pada saat tidur ia digigit semut hitam sampai ahirnya terbangun. Maka dibunuhnya semut itu, dan karena gemasnya bukan saja semut yang menggigit ia bunuh tetapi ia obrak abrik sarang semutnya. Pada saat itu Musa mendapat teguran dari Allah: “Wahai Musa, mengapa satu ekor semut menggigitmu tetapi sarangnya kau hancurkan ?” Nabi Musa baru sadar atas kelancangan dan kesalahannya, lalu ia bertobat.

      Peristiwa ini memberikan gambaran bahwa bila sebagian anggota masyarakat berbuat munkar lalu yang lainnya tidak mengubah atau memperbaikinya, maka akibatnya akan dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Rasulullah SAW bersabda:

اذارأواالمنكرفلم يغيروه عمهم الله عذابه

“Apabila engkau melihat kemunkaran lalu tidak mengubahnya maka Allah ratakan adzabnya kepada mereka”

     Maka ibadah kepada Allah dalam bentuk amal shalih, amar ma’ruf dan nahi munkar harus ditegakkan oleh manusia agar kehidupan manusia menjadi baik.

     Sebagaimana digambarkan di atas, bahwa seluruh dimensi  ibadah, seluruhnya adalah untuk kemaslahatan manusia. Pada ujung QS. Fushilat: 46 Allah SWT menegaskan “Dan sekali- kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba- Nya” Seluruh perintah dan larangan Allah SWT sudah Ia sesuaikan dengan kemampuan dan kodrat manusia. Allah SWT berfirman:

لايكلف الله نفساالاوسعهالهاماكسبت وعليهامااكتسبت. البقرة: 286

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

 7 S yang dapat menyelamatkan manusia:

  1. Syahadatain, menyelamatkan manusia dari syirik dan bid’ah
  2. Shalat, mmd perbuatan keji dan munkar
  3. Shaum/ puasa, membentuk manusia yang taqwa dan mmd kehinaan
  4. Shadaqah/ zakat, mmd kefakiran dan mengikis sifat kikir
  5. Shilaturrahim, mmd permusuhan
  6. Syukur, mmd kesombongan
  7. Sabar, mmd sifat putus asa

     Maka menolak untuk ibadah kepada Allah SWT sebenarnya adalah kebodohan manusia,  yang akan  menyebabkan  kerugian  baik di dunia  maupun akhirat, baik kerugian individu maupun kerugian kolektif. Karenanya ibadah itu jangan karena kita takut dosa atau mengejar pahala, tetapi hanya semata- mata mencari keridhaan Allah SWT. Kita beribadah kepada-Nya bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban, tetapi kita butuh kepada ibadah.

    Ciputat, 1997

 

ZAKAT

32. MENUNAIKAN ZAKAT

     Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, urutannya adalah yang ke tiga setelah syahadat dan shalat. Namun perintah menunaikan zakat sama kerasnya dengan perintah mendirikan shalat. Menurut penelitian khatib, di dalam Al-Qur’an terdapat 26 ayat yang menggandengkan perintah shalat dengan perintah zakat di dalam satu ayat/ ayat yang sama, dengan redaksi yang berbeda- beda. Misalnya:

أقيمواالصلاة وأتواالزكاة. الذين يقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة

Sebaik- baik ibadah badaniyah adalah shalat dan sebaik- baik ibadah maliyah atau harta adalah zakat. Namun perintah zakat ini banyak diabaikan oleh umat Islan, terutama zakat harta, sehingga zakat belum berfungsi mengangkat kaum dhu’afa dan menghilangkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Mendiang YB. Mangunwijaya pernah menyindir: “Zakat yang ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, sama halnya dengan orang yang menderita kanker lalu berusaha disembuhkan dengan obat gosok.”  Sedih memang mendengar kritikan tajam iti, namun inilah kenyataan yang sebenarnya terjadi.

    Membicarakan masalah zakat, berarti membahas tentang kewajiban dan hak. Zakat adalah kewajiban si kaya (muzakki) dan hak si miskin (mustahik). Bukan bonus atau hadiah, tetapi hak dalam arti yang sebenarnya. Maka apabila si kaya tidak berzakat, boleh dipaksa oleh keputusan hakim agar mengeluarkan zakatnya. Bahkan tatkala Abu Bakar Shiddiq diangkat menjadi khalifah, salah satu program utamanya adalah memerangi orang- orang yang tidak mau membayar zakat. Mengapa orang yang tidak shalat tidak diperangi, tetapi orang yang tidak membayar zakat diperangi ? Sebab kalau orang tidak membayar zakat, dampaknya langsung dirasakan oleh orang yang berhak dan berarti tidak mengelurkan hak orang lain.

Allah SWT berfirman.

 “Ambillazh zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At- Taubah: 103)

Di dalam harta orang kaya terdapat dua macam hak orang lain:

Pertama adalah hak yang bersifat terbatas, tertentu dan permanen, yaitu zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta.

Kedua hak yang tidak terbatas dan tidak tertentu baik waktu, ukuran/ takarannya, yaitu shadaqah, infaq, hibah, wakaf dan hadiah.

    Dengan zakat Islam berupaya mendekatkan antara si miskin dan si kaya, jangan sampai ada jurang pemisah yang dalam antara keduanya. Jangan sampai si kaya menginjak- injak dan memperlakukan semena- mena terhadap  si miskin, juga jangan sampai si miskin memusuhi orang kaya. Islam tidak berupaya menyamakan atau menyamaratakan si miskin dengan si kaya.  Sebab Islam pun mengakui adanya ketidak samaan antara manusia dalam hal kekayaan. Sebab manusia dilahirkan oleh Allah SWT dalam keadaan berbeda, baik fisiknya, mentalnya, ketekunannya, maupun kecerdasannya.

Allah SWT berfirman.

 “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki” (QS. An- Nahl: 71)

 

Islam membolehkan adanya hak milik individu dan Islam melindunginya serta boleh dipindahkan atau diwariskan kepada pihak lain. Orang lain termasuk pemerintah tidak boleh mengusiknya, kecuali merugikan orang lain. Tapi hak milik individu tersebut adalah hak milik secara nisbi dalam kaitannya dengan kepentingan orang lain, atau pemilik menurut dzahirnya saja untuk memanfaatkannya. Sedangkan pemilik yang sebenarnya adalah Allah SWT.

لله ملك السموت والارض ومافيهن. المائدة: 120

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya.” (QS. Al- Maidah: 120)

 Maka konsekuensinya si kaya tidak boleh menimbun hartanya. Harus dilepaskan sebagian hartanya dalam rangka pergaulan dengan sesama manusia, baik melalui zakat, infaq, shadaqah dan lain- lain.

    Terkadang mungkin dalam hati kecil kita bertanya-tanya :”Mengapa harus mengeluarkan zakat segala macam ?. Mengapa kita wajib mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki ? Padahal apa yang saya peroleh adalah hasil dari kerja keras saya !” Pertanyaan ini memang manusiawi, tetapi kalau kita sadari, bahwa sebenarnya kehidupan kita ini selalu bergantung kepada peranan orang lain, atau paling tidak selalu membutuhkan keterlibatan orang lain. Misalnya pedagang sangat membutuhkan pembeli, pengusaha transportasi akan memperoleh banyak untung kalau ada penumpang, dokter banyak yang menjadi kaya karena ada orang sakit atau pasien, guru mendapatkan honor karena ada murid, serta propesi lainnya selalu membutuhkan orang lain. Maka sangat wajar apabila Islam memerintahkan agar umatnya mengelurakan sebagian kecil dari harta yang  dimilikinya dalam rangka pergaulan dengan sesama manusia. Sebab kita ini tidak hidup sendirian, tetapi bersama- sama dengan orang lain. Dan apa yang kita peroleh adalah karena ada peranan orang lain

Islam sangat menaruh harapan dari zakat ini. Namun dalam pelaksanaannya ternyata masih banyak menyimpan masalah, antara lain:

 Pertama, masih rendahnya tingkat kesadaran umat Islam dalam menunaikan zakat. Rendahnya tingkat kesadaran ini disebabkan oleh kurang fahamnya umat Islam tentang perintah zakat, sehingga umat Islam menjadi buta terhadap perintah yang satu ini.  Selain itu juga karena tidak jujurnya umat Islam untuk menghitung hartanya dan berapa banyak yang harus dikeluarkan untuk zakat. Bahkan dengan sengaja berusaha untuk menghindar dari mengeluarkan zakat.

Kedua, pengelolaan zakat belum optimal, bahkan  terkesan liar dan asal- asalan. Sehingga akibatnya, zakat tidak mampu menolong kaum dhu’afa dan belum berperan menghilangkan gap antara si miskin dan si kaya. Di satu sisi zakat baru dijadikan barang konsumtif dan belum dijadikan barang produktif, dan di sisi lain pengelola zakat yang beruntung, sementara para mustahiknya tetap saja buntung. Bahkan sering terjadi penyaluran zakat salah sasaran, dengan mereka- reka sebagai asnaf dalam zakat.

Banyak sekali hikmah dari menunaikan zakat ini, antara lain:

Pertama, Menunaikan zakat adalah manifestasi dari rasa syukur atau pernyataan terima kasih kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan rizki kepada hamba- Nya.

Kedua, zakat mendidik manusia membersihkan jiwanya dari sifat bakhil/ kikir dan rakus, sekaligus mendidik manusia menjadi dermawan dan pemurah.

Ketiga, Sifat perjuangan Islam selalu berorientasi kepada kepentingan kaum dhu’afa. Sejarah perjuangan Rasulullah SAW menjadi bukti, dimana beliau selalu memperhatikan kepentingan- kepentingan hidup kaum lemah, baik dalam memperoleh kemerdekaan pribadi dan perbudakan, maupun dalam memenuhi tuntutan sosial ekonominya, agar hidup secara wajar. Allah SWT berfirman.

 “Dan kami hendak memberi karunia kepada orang- orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang- orang yang mewarisi bumi.” (QS, Al- Qashash: 5)

Keempat, Ajaran zakat menunjukkan bahwa kemiskinan adalah musuh yang harus dientaskan. Islam memandang bahwa kemiskinan bisa menjadi penyebab kekufuran, bahkan pencurian dan kejahatan lainnya. Nabi SAW bersabda:

كَاذَالْفَقْرُاَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا  رواه ابو نعيم

“Kefakiran dapat menyebabkan kekufuran.” (HR. Abu Na’im)

Kelima, zakat dapat menghubungkan tali kasih sayang antara golongan yang berpunya dengan golongan yang tak berpunya. Dengan zakat maka struktur masyarakat Islam dapat dibina sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّبَعْضُهُ بَعْضًا.  رواه مسلم

“Orang mu’min terhadap mu’min lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan satu bagian dengan bagian lainnya.”  (HR Muslim)

    Dalam tempat yang mulia ini khatib mengajak, marilah kita menghitung secara jujur harta yang kita miliki atau yang kita peroleh, untuk kemudian dengan penuh kesadaran kita keluarkan zakatnya sesuai dengan ketentuan yang digariskan agama. Tidak mengelurakan zakat berarti berarti merampas hak orang lain, sama dengan memakan harta yang haram.

 

                                                            Ciputat, 1996

                                                            Drs. H. Djedjen Zainuddin

ISRO MI’RAJ

 

31. ISRA MI’RAJ

DAN TIGA KELOMPOK MANUSIA

Pada saat belum ada teknologi kedirgantaraan, atau bahkan teknologi canggih luar angkasa seperti Soyut, Apollo, Discovery, atau Challengger yang meledak, Rasulullah SAW telah melakukan perjalanan ke angkasa menembus kawasan samawi. Missi ulang aliknya ditempuh hanya dalam tempo waktu 2/3 malam saja. Padahal Rasulullah menembus tujuh lapis langit hingga Shidratil Muntaha dan Mustawan. Menurut perhitungan, jarak tempuh bumi- langit ke tujuh adalah 40 milyar tahun cahaya (kecepatan cahaya menurut teori Albert Einstein adalah 300.000 km/ detik). Jika bolak balik bumi- langit ke tujuh dengan menaiki kendaraan yang kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya (sampai hari ini belum ada) maka akan sampai kembali ke bumi setelah menembus waktu 80 milyar tahun. Tapi untuk Rasulullah SAW cukup hanya 2/3 malam saja. Subhanallah.

 

Keesokan harinya Rasulullah bermaksud menceritakan pengalaman yang menakjubkan itu kepada kaum muslimin Makkah. Ketika Rasulullah berada di Masjidil Haram, tiba- tiba datang Abu Jahal, dan bertanya kepadanya: “Hai Muhammad, apa yang sedang engkau pikirkan. Adakah sesuatu yang baru bagimu ?” “Ya, ada. Tadi malam aku pergi ke Baitil Maqdis di Yerussalem.” Jawab Rasulullah. “Muhammad, ucapanmu itu ngawur. Aku tidak percaya apa yang kau katakan. Aku lihat tadi malam englau berada di Bathim (dekat ka’bah). Lalu berita bohog itukah yang akan engkau sampaikan kepada umatmu ?” “Ya, berita benar inilah yang akan aku sampaikan kepada umatku.”

Maka berkumpullah kaum muslimin dan orang- orang Quraisy untuk mendengarkan  pengalaman Isra Mi’raj Rasulullah SAW. Setelah Rasulullah bercerita, ternyata saat itu umat manusia terbagi kepada tiga kelompok:

Pertama kelompok yang mendustakan apa yang disampaikan Rasulullah. Kelompok ini dipelopori oleh Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan dll. Mereka mengatakan bahwa Muhammad pendusta, gila, dan kurang waras akalnya.

Kedua, kelompok yang merasa ragu akan ucapan Rasulullah SAW. Jika dikatakan dusta, selama ini Muhammad tidak pernah dusta. Jika dibenarkan, tidak ada bukti yang masuk akal. Maka Mu’thim bin Ady, orang yang termasuk kelompok ini segera datang kepada Rasulullah, lalu berkata: “Muhammad, benarkan engkau tadi malam telah melakukan perjalanan ke Baitul Maqdis ?” “Ya” jawab Rasulullah. “Aku akan percaya kalau engkau sanggup memberikan bukti- bukti yang masuk akal”. “Lalu apa maumu ?” tanya Rasulullah. “Angkatlah kaki kananmu wahai Muhammad.” Rasulullah mengangkat kaki kanannya. “Lalu angkat satu lagi kaki kirimu” Rasulullah tidak melakukannya. “Nah, mengangkat dua kaki saja tidak sanggup, bagaimana mungkin engkau dapat terbang ke Baitul Maqdis. Sungguh tidak masuk akal. Ini pasti dusta.” Maka Mu’thi segera meninggalkan Rasulullah seraya mendustakan ucapannya.

Ketiga, kelompok yang membenarkan ucapan Rasulullah SAW, sami’na waatha’na. Kelompok ini dipelopori oleh Abu bakar. Pada saat umat sedang bingung, Abu Bakar tampil ke depan lalu berkata: “Ketahuilah oleh kalian, saya angkat saksi, bahwa Rasulullah itu benar. Apa yang dirahmatkan  Allah kepadanya pasti terjadi dengan tidak ada kesulitan sedikitpun.”

Atas pernyataan Abu Bakar itu Rasulullah bersabda: “Engkau wahai Abu Bakar adalah Ash-Shiddiq (benar)”. Maka sejak peristiwa itu, Abu Bakar namanya ditambah Ash-Shiddiq. Gelar kehormatan yang diberikan Rasulullah karena membenarkan peristiwa Isra Mi’raj pada saat ummat manusia sedang bingung.

Tiga kelompok di atas merupakan gambaran mikro sikap umat manusia kepada Islam sejak turunnya hingga ahir zaman nanti.

Kelompok Abu Jahal modern adalah mereka yang menganggap Islam sebagai musuhnya. Mereka berupaya membendung dan menghancurkan perkembangan Islam serta menyingkirkan dominsasinya dalam masyarakat dan negara. Usaha ke arah deIslamisasi ini dilakukan karena adanya rasa kecurigaan dan ketakutan pengaruh perkembangan Islam yang kian meluas. Atau adanya rasa takut di sementara fihak akan ajaran Islam yang memperjuangkan kaidah- kaidah kebenaran  di dalam kehidupan masyarakat. Bisa pula karena adanya kehawatiran secara politis, apabila Islam berkembang secara pesat akan merugikan pihaknya. Seperti Amerika Serikat dan negara- negara barat pada umumnya, selalu berstandard ganda terhadap perjuangan umat Islam. Misalnya seperti kiprahnya terhadap upaya perdamaian di Timur Tengah yang menyeluruh dan komprehensif. Bahkan Samuel Huntington dengan congkak mengatakan: “Setelah Komunis runtuh, maka musuh yang nyata bagi barat adalah Islam”

Kaum orientalis yang menganggap dirinya sebagai ilmuan yang paling obyektif dalam memberikan nilai, tetapi kalau memberikan penilaian tentang Islam, tidak lagi menjadi ilmuan yang obyektif. Hal ini muncul karena beberapa faktor: Pertama, sebelumnya telah menaruh rasa benci dan curiga terhadap Islam. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al- Qur’an:

 “Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang- orang yang di luar kalanganmu, (karena) mereka tidak henti- hentinya (menimbulkan) kemadharatan bagimu. Merka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat- ayat (Kami) jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran; 118)

Kedua, tidak banyak memahami hukum- hukum Islam dan segala hikmahnya. Ketiga, melihat Islam dengan kacamata non Islam. Keempat, pada hakikatnya mereka tidak rela menerima kebenaran Islam.

ولن ترضى عنك اليهودولا النصارى حتى تتبع ملتهم. البقرة: 120

“Orang- orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al- Baqarah: 120)

Kelompok Mu’thim bin Ady juga semakin bermunculan dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi. Bahkan manusia  menganggap bahwa agama adalah urusan akal semata. Jika tidak masuk akal maka berarti bukan agama. Kesimpulan ini sangat keliru, sebagai akibat dari kesalahan menginterpretasikan kata “aqal”. Akal itu tidak sama dengan rasio. Sebab akal mengandung variabel- variabel yang tidak nampak termasuk di dalamnya nalar, benak, hati, rasa, sukma dan sebagainya. Jika Agama hanya diterima dengan pendekatan rasio, maka akan menjadi kering dan gersang serta banyak bagian- bagian agama yang kita tinggalkan. Sebab ada ajaran agama yang bersifat dogmatis, yang hanya bisa diterima dengan iman. Misalnya Allah menjadikan Ibrahim AS tidak terbakar api, padahal api mempunyai sifat membakar. Allah menciptakan nabi Isa AS tanpa dibuahi sperma laki- laki. Padahal menurut teori kedokteran modern manapun akan mengatakan bahwa terjadinya pembuahan dalam rahim wanita apabila bertemunya ovum dengan sperma. Juga bagaimana Allah memperjalankan Nabi Muhammad SAW dari Makkah sampai Shidratil Muntaha hanya dua pertiga malam saja. Padahal Apollo 11 yang mendarat di bulan tahun 1969 terlebih dahulu harus melakukan perjalanan berhari- hari. Maka peristiwa- peristiwa yang menakjubkan di atas sulit kalau harus diterima dengan rasio. Maka imanlah yang harus tampil ke depan. Tapi kelompok Mu’thim ini terus saja berupaya menginterpretasikan ajaran agama agar rasional, termasuk masalah mu’jizat dan hakikat Allah SWT. Kita saksikan saat ini semakin banyaknya kaum liberal Islam yang kebablasan, yang berupaya menginterpretasikan ajaran Islam secara bebas, sehingga sering lepas akarnya, yaitu Al- Qur’an dan Al- Hadits.

Manusia telah sampai kepada puncak kesombongannya dalam mendewa- dewakan akalnya. Manusia ingin mengetahui hakikat Allah SWT, padahal Allah adalah Dzat yang tidak terbatas, sedangkan manusia  adalah dzat yang sangat terbatas, baik terbatas kemampuannya, fisiknya, maupun ilmunya. Allah adalah Dzat yang Maha Besar, sedangkan manusia adalah makhluk yang sangat kecil dan dhaif yang terselip diantara kebesaran ciptaan Allah. Karenanya manusia tidak akan sanggup memahami Dzat Allah, bahkan untuk memahami dirinya saja tidak sanggup. Akibatnya banyak manusia yang tersesat oleh kesombongannya. Di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran 190-191 ditegaskan bahwa manusia yang berakal (ulul albab) adalah yang dapat menggandengkan/ menserasikan antara dzikir dan fikir.

 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda- tanda bagi orang- orang yang berakal, (yaitu) orang- orang yang MENGINGAT Allah sambil berdiri dan duduk serta dalam keadaan berbaring, dan mereka MEMIKIRKAN tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia- sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” ( QS. Ali Imran: 190-191)

Maka kelompok Abu Bakar- lah yang telah mampu menggandengkan antara dzikir dan fikir, antara rasa dan rasio, antara akal dan imannya. Abu Bakar menerima dan membenarkan perkataan Nabi SAW  bukan tanpa alasan. Pertama ia yakin bahwa agama adalah mutlak kebenarannya. Kedua Rasulullah adalah orang amanah, selalu benar dalam ucapan dan perbuatan, ia tidak pernah dusta kepada siapapun. Ketiga dalam hal perjalanan Isra, Muhammad SAW mampu menggambarkan dengan benar kondisi masjidil Aqsha.

Manusia- manusia kelompok Abu bakar adalah manusia beriman yang telah mampu melihat sesuatu tidak hanya dengan mata kepalanya tetapi juga melihat dengan mata hatinya. Sehingga tidak akan terperdaya oleh silau dan gemerlapnya duniawi, yang terkadang seperti fatamorgana.

Sampai hari ini, bahkan sampai kapanpun Isra Mi’raj tidak akan terpecahkan oleh rasio manusia. Namun peristiwa Isra Mi’raj telah banyak memberikan pelajaran dan peringatan bagi manusia. Diantaranya adalah bahwa  Isra Mi’raj merupakan ujian bagi keimanan kita. Percaya atau tidak. Iman kita benar- benar diuji.

Mari, peristiwa isra dan mi’raj ini kita jadikan sebagai tonggak untuk mengintrospeksi diri, siapa diri kita, dan sekaligus berupaya untuk lebih meneguhkan keimanan kita kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar, amin.

Ciputat, 1996

Djedjen Zainuddin

KETENANGAN JIWA

30. KETENANGAN JIWA

     Di alam modern seperti sekarang ini banyak orang yang sukses tapi tidak bahagia. Pangkat tinggi, uang banyak, harta melimpah tapi jiwanya selalu diliputi keresahan. Pangkat dan jabatan terus naik, tapi darahpun terus lkut naik. Bisnis sukses, dagangan maju, keuntungan berlipat ganda, tapi tamak, rakus dan kikirnya semakin menjadi- jadi. Rumah besar dan mewah, perlengkapan rumah tangga serba lux dan canggih, tapi justeru semakin tidak betah berada di rumah. Suami sibuk ke luar di luar jam kerja dengan alasan kerja lembur. Sementara isteri sibuk di luar dengan alasan arisan, padahal mencari pasaran.

            Seorang futurolog dari As, Alpin Tofler dalam bukunya Future Shock mengggambarkan, bahwa di era modern seperti sekarang ini banyak manusia yang bingung dan stres, karena sedang terjadi persaingan yang tajam dalam meraih materi, tetapi tidak diimbangi dengan aspek spiritual.

Di dalam masyarakat sedang terjadi cultural shock atau kejutan- kejutan budaya. Tetangga beli mobil baru, dibuatnya kaget. Teman kerja di kantor ditaikkan pangkatnya, dibuatnya kita bingung. Atau mungkin kita diturunkan jabatannya, dibutnya kita stres. Ahirnya banyak orang yang mengambil jalan pintas, bunuh diri. Bahkan semakin banyaknya anggota masyarakat yang mengkonsumsi narkoba mengindikasikan semakin tingginya tingkat keresahan jiwa masyarakat.

    Di era modern banyak manusia yang menilai bahwa kepuasan, kesenangan dan kebahagiaan hidup terletak dalam keberhasilannya mengumpulkan materi. Entah itu uang, harta, pangkat, jabatan atau hal- hal yang berbau duniawi. Materi telah menjadi tujuan hidup manusia. Bahkan tidak jarang manusia yang menuhankan benda. Inilah gaya hidup materialistik, yang sebenarnya akan menjatuhkan nilai dan martabat manusia. Ini menjadi “trade mark” manusia di era globalisasi.

    Nabi SAW. pernah memberikan gambaran, akan datang suatu masa nasib umat Islam seperti buih di tengah- tengah lautan yang diombang ambingkan oleh gelombang. Lalu para sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apakah pada saat nanti itu umat Islam jumlahnya sedikit ?” Rasulullah menjawab :”Tidak, tetapi banyak. Namun pada saat nanti itu umat Islam terjangkit penyakit wahan.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apa itu penyakit wahan?” “Penyakit wahan adalah ‘Hubbuddunya wakarahiyatul maut’, Rakus dunia dan takut mati”. Agaknya hal ini sedang terjadi di tengah- tengah kita.

     Michael Jackson adalah contoh manusia yang sukses dalam karirnya. Ia adalah manusia yang telah berada di puncak ketenarannya, dengan julukan “mega bintang”. Ia telah melakukan operasi wajah sebanyak 12 kali, untuk mengubah bentuk wajahnya agar lebih trandi dan komersial. Namun ternyata, ia adalah manusia yang mengalami keresahan jiwa yang amat sangat. Bahkan terkadang ia menjerit ketika melihat wajahnya di cermin. “Mungkinkah wajah saya bisa dikembalikan ke wajah semula ? Bila itu dilakukan, apakah para penggemar saya tidak akan lari dari saya.” Berbagai pertanyaan terus menghantui hidupnya, sehingga menimbulkan keresahan yang amat sangat.

    Begitu pula Elvis Presley, si Raja Rock dari Amerika Serikat, adalah manusia sukses yang terus dihantui keresahan jiwa. Bahkan Elvis Presley hidupnya sangat tergantung kepada obat penenang, sampai ahirnya mengkonsumsi pel penenang over dosage. Akibatnya: Mati. Ini hanya sebagian kecil saja contoh manusia dewasa ini yang mengalami keresahan jiwa di tengah- tengah keberhasilannya meraih materi.

    Islam tidak melarang umatnya menjadi orang kaya, Islam tidak melarang umatnya memiliki kekayaan yang banyak. Sebab kekayaan atau harta sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Manusia adalah manusia, adalah makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani. Maka manusia sangat membutuhkan hal- hal yang bersifat jasmaniyah. Bahkan Islam menganjurkan agar umatnya memiliki banyak harta dan  sekaligus mengecam kemiskinan. Rasulullah bersabda:

كَاذَالْفَقْرُاَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

“Kefakiran dapat menyebabkan kekufuran.”

     Sahabat Nabi SAW banyak orang kaya. Siti Khadijah, isteri Rasulullah adalah orang kaya, Abu Bakar, Umar, Utsman adalah para konglomerat. Bahkan Abdurrahman bin Auf adalah saudagar yang memiliki kekayaan yang sangat banyak. Rasulullah tidak melarang mereka, sebab kekayaan mereka dijadikan alat untuk membangun Islam. Karenanya yang dikecam dalam Islam adalah menjadikan harta atau meteri sebagai tujuan hidup manusia. Islam menganjurkan agar harta, pangkat dan jabatan dijadikan alat untuk berjuang di jalan Allah dan mengabdi kepada-Nya.

    Maka mengapa di alam modern seperti sekarang ini semakin bayak manusia yang stres dan bungung ? Jawabannya sebenarnya sangat mudah. Di satu sisi manusia menganggap materi sebagai tuhan, menganggap uang adalah segalanya dan di sisi lain manusia telah jauh dari Allah SWT. Mereka tidak lagi mempunyai sandaran vertikal, yaitu Allah SWT.

   Seorang futurolog dari Jawa, Ki Ronggowarsito memberikan gambaran dalam bait- bait syairnya: “Anemoni jaman edan, ewuh oyo ing pambudi. Melu edan ora tahan, tan melu tan kepanduman.” (Menghadapi jaman gila, sulit untuk bersikap. Ikut gila tidak tahan, tidak ikut gila tidak kebagian). Namun dalam bait berikutnya ia melanjutkan: “Begjo begjoning wong kang edan, luwih begjo wong kang eling lan waspado” ( Sebahagia- bahagianya orang gila tentu lebih bahagia orang yang selalu ingat dan waspada).

   Maka hanya orang yang selalu dekat dengan Allah dengan segala pengabdiannya, akan memperoleh kebahagiaan hidup, dalam situasi dan kondisi apapun. Allah SWT berfirman:

الذين امنواوتطمئن قلوبهم بذكرالله الابذكرالله تطمئن القلوب.  الرعد: 28

“Orang- orang yang beriman dan hatinya menjadi tenang karena mengingat (berdzikir) kepada Allah. Ingatlah bahwa mengingat Allah hati akan menjadi tenang.” (QS. Ar- Ra’d: 28)

    Berdzikir kepada Allah bukan hanya sekedar mengingat Allah di dalam hati dan bukan pula hanya sekedar mengucapkan asma Allah dengan lisan. Manifestasi dzikir kepada Allah adalah ibadah kepada-Nya dalam segala aspeknya

واذكرواالله كثيرالعلكم تفلحون . الجمعة: 10

“Dan ingatlah kepada Allah sebanyak- banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al- Jumu’ah: 10)

    Dalam kesibukan kita sehari- hari yang menyita banyak waktu, tenaga dan fikiran, jangan lupa mengingat Allah. Dekatkanlah diri kita kepada-Nya agar kita memperoleh kebahagiaan hidup. Waktu yang Allah berikan kepada kita sehari semalam adalah 24 jam. Bisakah kita luangkan sebagian kecil saja untuk mengabdi kepada-Nya ? Hanya beberapa menit saja waktu yang dihabiskan untuk mendirikan shalat yang lima waktu, tapi mengapa masih saja kita menghindar dari perintah ini. Allah menjanjikan keberuntungan bagi orang- orang yang selalu dekat dengan-Nya

فأماان كان من المقربين فروح وريحان وجنة نعيم.  الواقعة: 88-89

“Adapun orang- orang yang dekat kepada Allah, maka ia akan memperoleh kebahagiaan/ ketentraman, rizki dan syurga yang penuh kenikmatan.” (QS. Al- Waqi’ah: 88- 89

    Maka agama menjadi terapi bagi orang- orang yang stres dan bingung. Bahkan lebih dari itu, agama menjadi alat pencegah terjadinya stres. Namun jangan  sampai agama hanya dijadikan alat pelarian dari kondisi yang tidak kita inginkan. Karenanya, selain kita harus lebih meningkatkan keimanan, mari kita luruskan tujuan dan orientasi hidup kita yang keliru.

    Apapun yang kita miliki, hakikatnya adalah milik Allah. Maka harta yang kita miliki, jabatan yang kita raih, pangkat yang kita peroleh bukanlah segala- galanya dan bukan sebagai tujuan hidup kita, tapi sebagai alat untuk beribadah kepada-Nya. Di dalam hidup yang penuh pengabdian kepada-Nya, kita akan memperoleh kebahagiaan hidup. Sebab diciptakannya kita adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.

وماخلقت الجن والإنس الاليعبدون. الذاريات: 56

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan un tuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

 

                                                Ciputat, 1996

                                                Djedjen Zainuddin

PROBLEM UMAT ISLAM

29. PROBLEM UMAT ISLAM

    Melalui mimbar yang mulia ini khatib mengajak untuk lebih meningkatkan pengabdian kepada Allah SWT dengan pengabdian yang sebenar- benarnya. Kita berupaya untuk dapat melaksanakan syari’at Islam dengan sebaik- baiknya, dan  berupaya mempertahankan Islam dari kemusnahannya. Sebab kita yakini bahwa hanya Islam-lah agama yang diridhai Allah SWT. Kita juga bangga karena sebagai umat Muhammad oleh Allah dinyatakan sebagai sebaik- baik umat yang pernah diturunkan kepada manusia.

كنتم خيرامةاخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكروتؤمنون بالله.

ال عمران: 110

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

     Boleh saja kita bangga bahwa kita sebagai umat yang terbaik di muka bumi ini. Tapi di depan mata kita terpampang problem dan tantangan umat yang amat besar, yang memerlukan peranan dan keterlibatan kita.

 Ali ra menggambarkan masa depan umat Islam:

يَأْتِى عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَيَبْقَى مِنَ اْلاِسْلاَمِ اِلاَّاِسْمُهُ وَلاَمِنَ الْقُرْأنِ اِلاَّرَسْمُهُ يَعْمُرُوْنَ مَسَاجِدَهُمْ وَهِيَ خَرَابٌ مِنْ ذِكْرِاللهِ تَعَالى شَرُّاَهْلِ ذَلِكَ الزَّمَانُ عُلَمَائُهُمْ مِنْهُمْ تُخْرِجُ الْفِتَنِ.

“Akan datang suatu zaman kepada manusia, tidak akan kekal Islam kecuali hanya namanya, tidak akan kekal Al-Qur’an kecuali hanya tulisannya, mereka meramaikan masjid tetapi masjid sepi dari orang yang berdzikir kepada Allah. Seburuk- buruk penghuni zaman tersebut adalah orang- orang pintar, karena dari mereka keluar fitnah.”

     Kita bangga melihat kuantitas umat Islam Indonesia, yaitu lebih kurang 85 % dari 200 juta orang penduduk Indonesia. Tapi kita prihatin menyaksikan kualitas umat Islam. Banyak yang mengaku muslim, tetapi merasa asing terhadap ajaran Islam. Mengaku beragama Islam tetapi perilakunya tidak mencerminkan ke-Islam-annya.  Maka lahirlah julukan “Islam KTP”. “Islam Kartu Keluarga”, “Islam Surat Nikah” dan atribut- atribut lainnya, yang kesemuanya itu mencerminkan lemahnya penghayatan terhadap agama Islam.

    Bahkan di Indonesia saat ini sedang terjadi perang yang dahsyat, yaitu perang antara yang haq dengan yang bathil, dan ini akan terus berlangsung tanpa batas. Dalam kasus pornografi dan porno aksi, munculnya majalah play boy, yang sebelumnya telah ditentang dan didemo habis- habisan, toh ahirnya majalah itu terbit karena memperoleh SIUP dari pemerintah. Majalah yang sangat identik dan sarat dengan pornografi dan iformasi pornoaksi telah lahir di negri yang jumlah umat Islamnya terbesar di dunia, tapi wujuduhum ka’adamihim (adanya seperti tidak ada). Sungguh sangat memilukan sekaligus memalukan !. Di sisi lain upaya memberantas pornografi/ pornoaksi dengan akan diterbitkannya UU APP mengalami hambatan yang luar biasa. Bahkan para penentang UU APP dengan beraninya menyatakan tantangannya, bahkan ancamannya. Yang lebih  disayangkan seorang kiayi besar berujar: “Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling porno”. Subhanallah. Kebathilan telah mengalahkan kebenaran. Mudah- mudahan negeri Islam Indonesia tidak menjadi kuburan bagi umat Islam.

 Apalagi di era teknologi modern ini, tantangan bagi ke-Islam-an seseorang semakin besar dan kuat. Dengan tidak bermaksud mengecilkan dan meremehkan dampak positif hasil teknologi, tapi juga ternyata produk- produk teknologi telah banyak memalingkan manusia dari agama. Bahkan hasil teknologi jauh lebih menarik daripada agama, karena benar- benar telah dikemas sedemikian rupa, sehingga manusia terpesona olehnya.

     Berapa lamakah kita dan anak- anak kita nongkrong di depan televisi ? di depan video game ? Berapa lamakah  waktu yang kita luangkan di depan komputer ? di depan internet ? Yang kesemuanya itu banyak memalingkan kita dari agama dan melupakan diri kita untuk beribadah kepada Allah SWT.

 Kita memang tidak bisa lari dari hasil- hasil teknologi, sebab hasil- hasil teknologi itupun sangat diperlukan dalam kehidupan kita. Tapi tidak berarti kita harus hanyut oleh hasil teknologi, yang menyebabkan kita lalai mengingat Allah. Melainkan bagaimana kita menjadikan produk- produk teknologi sebagai alat untuk beribadah kepada Allah. Kita berupaya melakukan Islamisasi teknologi dan memberikan muatan- muatan agama di dalam teknologi.

     Belum lagi dampak proses globalisasi, yang membuat dunia ini seolah- olah tanpa batas. Sebuah tantangan besar seperti yang digambarkan John Naisbit dan Patricia Aburdene dalam Megatrand 2000, ia menunjukkan adanya kesamaan gaya hidup manusia di seluruh dunia pada abad XXI ini. Dari gejala sekarang ini ia meramalkan terjadinya globalisasi dalam 3 F, yaitu: Food, Fashion dan Fun (Makanan, mode dan hiburan).

     Dalam masalah makanan (food), umat Islam tidak hanya ditantang untuk melindungi diri dari bahaya keracunan fisik, tapi juga mencegah terjadinya pelanggaran syariah. Berusaha mencari makanan yang “halalan thayyiba”, makanan yang halal dan baik. Karena dewasa ini banyak produsen “nakal” yang memasukkan unsu- unsur makanan haram ke dalam produk makanannya untuk dijual ke pasaran. Sementara di sisi lain pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga- lembaga Islam terhadap kehalalan makanan yang beredar di masyarakat sangat lemah dan tidak tegas.

     Dalam masalah mode pakaian (fashion), umat Islam dituntut untuk dapat menciptakan busana yang Islami tetapi tetap trendi. Karena kecenderungan zaman menghendaki pakaian yang tipis, transparan dan ketat. Ini yang disebut oleh Rasulullah “kasyiyatin ‘ariyatin”, berpakaian tetapi telanjang. Hususnya kaum wanita semakin hobi mempertontonkan tubuhnya untuk “dijual” kepada kaum pria dengan harga yang “murahan”. Perilaku ini di satu sisi dapat mengundang syahwat dan nafsu syaithoniyah bagi kaum pria, di sisi lain justeru menjatuhkan nilai dan martabat kaum wanita sendiri. Wanita semakin tidak ada harganya di mata pria. Karenanya akibatnya perzinahan terjadi di mana- mana, pelecehan seksual terhadap wanita semakin menjadi- jadi. Ini semua karena dipicu dan dipacu oleh mode pakaian yang tidak Islami.

     Dalam dunia hiburan (fun) telah terjadi bisnis internasional, dimana hiburan bukan hanya sebagai pelepas lelah atau pengisi waktu santai, tetapi hiburan telah mendorong terjadinya proses demoralisasi dan despiritualisasi di dalam masyarakat.

     Teknologi telah dijadikan kiblat oleh umat Islam, sementara Kitab Suci Al-Qur’an secara perlahan tapi pasti semakin ditinggalkan.  Al- Qur’an tidak lagi menjadi tuntunan hidup tapi hanya sekedar tontonan hidup. Karenanya benar apa yang diungkapkan Ali bin Abi Thalib: “Tidak kekal Al-Qur’an kecuali tinggal tulisannya.” Di mana- mana Al-Qur’an dipamerkan, dilombakan dan dicetak dengan berbagai edisi yang bagus, tapi isinya semakin dilupakan manusia. Allah SWT menyindir di dalam Al’Qur’an:

مثل الذين حملواالتورات ثم لم يحملوهاكمثل الحماريحمل اسفارا. بئس مثل القوم الذين كذبواابأيات الله والله لايهدى القوم الظالمين. الجمعة: 5

“Perumpamaan orang- orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak mengamalkannya adalah seperti keledai yang membawa kitab- kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat- ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang dzalim.” (QS. Al- Jumu’ah: 5)

     Problem umat Islam lainnya sebagaimana digambarkanoleh Ali bin Abi Thalib adalah semakin ramainya masjid tetapi semakin sedikit orang yang berdzikir kepada Allah. Kita saksikan, masjid berdiri di mana- mana; Di tiap RT, kantor, hotel, bahkan nite club dibangun masjid. Umat Islam kompak pada saat mendirikan masjid, ada yang menyumbang dengan hartanya, dengan tenaganya dan ada pula yang menyumbang dengan fikirannya. Tapi setelah masjid selesai satu persatu mengundurkan diri. Jika menyangkut ceremonial atau upacara peringatan misalnya, masjid ramai dikunjungi jama’ah, tetapi bila menyangkut ritual atau ibadah mesjid kembali menjadi sepi. Kita lihat di sebagian besar masjid, setiap shalat jama’ah tidak sampai satu baris, apalagi shalat shubuh, terjadi “borongan”. Sungguh sangat menyedihkan

 Untuk menutupi kekurangan, lantas kita berdalih: “Tidak apa- apa kita tidak ke masjid, yang penting berjama’ah di rumah dengan keluarga”. Masjid ahirnya berubah nama, tidak lagi Al-Muttaqin, atau Al-Muhajirin, tetapi menjadi “Al- Mubadz-dzirin”

     Suatu malam Abdullah bin Umar kedatangan tamu. Karena asyiknya menerima tamu, ia terlambat untuk melaksanakan shalat jama’ah. Ia lihat di masjidnya sudah selesai melaksanakan shalat jama’ah, maka ia segera mendatangi mesjid di sebelah kampungnya, dan ternyata shalat jama’ah telah dilaksanakan. Ia pun berlari mencari masjid yang diperkirakan belum melaksanakan shalat jama’ah. Ternyata seluruh masjid sudah melaksanakan shalat Isya berjama’ah. Ia sangat menyesal dengan sejadi-jadinya, ia menangis di hadapan Allah swt. Atas penyesalannya ia shalat taubat semalam suntuk, memohon ampun kepada Allah karena tidak dapat melaksanakan shalat Isya berjama’ah.

     Pernahkan kita menyesal karena tidak melaksanakan shalat berjama’ah ? jangan- jangan kita meninggalkan shalat fardhu saja tidak menyesal. Na’udzu billahi min dzalik.

    Dalam menghadapi berbagai problem di atas, semuanya terpulang kepada kita semua. Hendaknya kita selalu melakukan introspeksi terhadap keislaman kita dan menyadari akan kekurangan serta kekeliruan kita terus berupaya memperbaiki ibadah kita. Mulai dari sekarang, dan mulai dari diri kita sendiri. Iman kita teramat rapuh, ghirah agama kita sangat lemah dan semangat jihad kita kosong. Akibatnya umat Islam hancur sebagaimana digambarkan oleh nabi SAW bagaikan hidangan lezat yang diperebutkan oleh orang- orang yang lapar. Mari kita jadikan Al-Qur’an dan As- Sunah sebagai pedoman hidup kita. Rasulullah SAW bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْااَبَدًامَااِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَاكِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَرَسُوْلِهِ

“Telah aku tinggalkan dua perkara, kalian tidak akan sesat selamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.”

 

Ciputat, 1996

Drs. H. Djedjen Zainuddin

BERSYUKUR KEPADA ALLAH

27. SYUKUR KEPADA ALLAH

 

         Tiada kata yang lebih agung, meskipun rangkaian kata para pujangga atau rayuan orang yang sedang dimabuk cinta, melebihi kalimat pujian dan syukur kepada Allah SWT atas segala ni’mat yang telah Ia anugerahkan kepada kita. Baik ni’mat jasmani, ni’mat sehat wal-afiat, ni’mat harta, ni’mat jabatan, maupun ni’mat yang paling besar yaitu ni’mat iman dan Islam, yang insya Allah akan mengantarkan kita kepada keselamatan dunia dan akhirat. Imam Al-Ghazali menegaskan, bahwa ni’mat itu adalah “setiap kebaikan, kelezatan, kebahagiaan, bahkan keinginan yang terpenuhi adalah ni’mat dari Allah SWT. Adapun ni’mat yang sejati dan kekal adalah kebahagiaan hidup di akhirat nanti.”

 Ni’mat yang dikaruniakan Allah kepada kita tidak dapat dihitung dengan apapun, walaupun dengan alat yang paling canggih sekalipin.

“Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah). QS. Ibrahim: 34

 Kita perhatikan ni’mat badaniyah: Dari ujung rambut sampai telapak kaki adalah ni’mat Allah yang amat banyak. Mata dapat melihat dan memandang alam yang indah dan menarik. Telinga dapat mendengar suara dan bunyi, sehingga banyak pengalaman dan pengetahuan yang dapat kita serap. Mulut dapat berbicara apa saja yang kita inginkan, baik dengan suara keras atau lemah, atau hanya sekedar berbisik. Demikian juga  tangan dengan jari jemarinya dapat mengambil, meraih, membawa dan meraba benda yang kita inginkan. Kaki dapat berjalan dan melangkah ke mana yang kita suka, mengantarkan kita ke tempat yang kita tuju. Belum kita hitung organ tubuh vital, seperti jantung, paru- paru, hati, ginjal dan lain- lain, semuanya adalah karunia dari Allah SWT yang tiada terhingga nilainya.

 Kita barangkali tidak pernah membayangkan, bagaimana kalau suatu saat tiba- tiba ni’mat mata dicabut oleh Allah swt, tidak bisa melihat obyek di depan kita. Telinga tiba- tiba tidak bisa mendengar suara dan bunyi. Lidah tiba- tiba menjadi kelu tak dapat bicara. Pasti kita akan merasakan ada sesuatu yang amat berharga dalam hidup kita hilang dari kita. Bisa dipastikan, kita akan berusaha dengan sekuat kemampuan kita untuk mengembalikan organ tadi agar berfungsi kembali, walaupun harus mengeluarkan uang berapapun jumlahnya, atau apapun pengorbanan yang harus kita lakukan.

 Sungguh tak terhingga banyak dan besarnya ni’mat yang Allah berikan kepada kita. Tak bisa digantikan dengan harta, uang, pangkat, jabatan dan lain- lain. Bahkan jika seluruh yang kita punyai kita hitung untuk membalas ni’mat Allah, sungguh tidak akan terbalaskan.

 Hadirin…

Yang paling penting bukan bagaimana kita menghitung- hitung ni’mat Allah. Tapi bagaimana agar kita menjadi orang yang pandai mensyukuri ni’mat Allah. Allah SWT berfirman.

واشكروانعمت الله ان كنتم اياه تعبدون.  النحل: 114

“Bersyukurlah atas ni’mat Allah jika kamu (benar- benar) menyembah Allah” (QS. An- Nahl: 114)

 Bersyukur artinya menggunakan ni’mat Allah untuk beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Jika kita diberikan harta, lalu kita menggunakannya di jalan Allah, maka berarti kita telah mensykyri ni’mat Allah. Jika kita diberikan badan sehat, lalu kita gunakan untuk beribadah kepada-Nya, maka itu berarti bersyukur atas ni’mat Allah. Demikian pula yang lainnya, seperti pangkat, jabatan dan lain- lain. Maka bersyukur itu bisa di dalam hati, dengan lisan, dengan perbuatan, dengan harta dan lain- lain.

 Semua yang Allah berikan kepada kita akan dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda

لَنْ تَزُوْلَ قَدَمَ عَبْدٍيَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْئَلَ عَنْ اَرْبَعِ خِصَالٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَااَفْنَى وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَااَبْلَى وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَااَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَاعَمِلَ بِهِ

“Tidak akan bergerak telapak kaki manusia pada hari kiamat nanti sehingga ditanya empat perkara: Tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang badannya digunakan untuk apa, tentang hartanya dari mana ia diperoleh dan untuk apa ia gunakan, serta tentang ilmunya diamalkan untuk apa.”

 Banyak manusia yang celaka karena tidak pandai mensyukuri ni’mat Allah, sebagaimana digambarkan Allah dalam Al-Qur’an;

 “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda- tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat- ayat Allah). Merka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang- orang yang lalai.” (QS. Al- A’raf: 179)

 Banyak umat manusia pada masa lalu yang dihancurkan Allah karena tidak pandai mensyukuri ni’mat Allah. Misalnya umat nabi Nuh musnah ditelan banjir besar, umat Nabi Luth ditimpa hujan batu dan petir. Semuanya karena tidak mensyukuri ni’mat Allah. Juga Qarun diamblaskan ke dalam perut bumi beserta seluruh hartanya yang sangat banyak, karena tidak mau bersyukur kepada Allah SWT. Kaum Saba di Yaman yang hidup dalam kecukupan bahkan kemewahan tetapi tidak mendengarkan anjuran Allah untuk mensyukuri ni’mat, ahirnya Allah kirimkan banjir sehingga mengakibatkan bobolnya bendungan Ma’rib, yang meluluh lantakan seluruh tanaman yang sedang berbuah dan Allah gantikan dengan tumbuhnya pepohonan yang berbuah pahit.

  Contoh- contoh di atas adalah i’tibar atau  pelajaran yang baik bagi kita agar menjadi manusia yang pandai bersyukur kepada Allah SWT. Allah memperlihatkan kepada kita, bagaimana akibatnya orang yang kufur atas ni’mat-Nya. Yaitu Allah ganti ni’mat itu dengan laknat-Nya.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

 Entah sadar atau tidak, kita ini sebenarnya sering diberikan adzab atau bencana oleh Allah karena kita kufur ni’mat. Kita sering menderita karena ulah kita sendiri yang tidak pandai mensyukuri ni’mat. Pada saat itu lalu kita mengeluh dan mengadu kepada Allah: “Ya Allah dosa apa yang hamba lakukan, sehingga Engkau berikan bencana seperti ini !” Kita mengeluh kepada Allah, tapi kita tidak mau mengakui kesalahan kita. Ini kesalahan besar dalam hidup kita. Mestinya kita mengadu kepada Allah dengan mengakui dosa- dosa kita, bukan bertanya kepada Allah. “Ya Allah hamba-Mu ini mergelimang dosa, sehingga  Engkau timpakan bencana kepadaku. Ya Allah hamba-Mu ini menyesal dan bertobat kepada-Mu.”

 Sebelum adzab Allah datang, baik di dunia maupun di akhirat kelak, kita gunakan seluruh ni’mat dan pemberian Allah untuk bersyukur kepada-Nya. Harta yang kita miliki, pangkat yang kita sandang, jabatan yang kita raih, hakikatnya adalah titipan Allah SWT, agar kita menggunakannya untuk berjuang di jalan Allah.

 Hadirin…

Selain syukur dalam arti luas, Nabi SAW setiap mendapat ni’mat selalu melakukan sujud syukur:

أَنَّ رَسُوْلَ الله صلعم اِذَاإِيَّاهُ اَمْرٌيُسِرُّهُ اَوْبُشِّرَبِهِ خَرَّسَاجِدًاشُكْرًاِللهِ تَعَالىَ. رواه ابوداودوابن ماجه والترمذى

“Sesungguhnya Rasulullah SAW apabila memperoleh sesuatu yang menggembirakannya atau disampaikan kepadanya berita suka cita, maka ia melakukan sujud sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT.”  HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Turmudzi.

 Menurut Sa’ad bin Abi Waqas, dalam perjalanan Nabi SAW dari Makkah ke Medinah lama ia berdo’a, lalu ia bersujud. Kemudian Nabi menceritakan, bahwa ia berdo’a agar umatnya diberi syafaat di hari kiamat nanti. Ia bersujud karena do’anya dikabulkan Allah sepertiganya. Lalu ia kembali berdo’a , kemudian bersujud untuk yang kedua kalinya karena do’anya dikabulkan dua pertiganya. Maka Nabi berdo’a kembali, lalu bersujud yang ketiga kalinya karena do’anya dikabulkan seluruhnya. Subhanallah… Sedemikian hebatnya perilaku yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat mendapatkan ni’mat dari Allah SWT.

Abu Bakar Shiddiq sujud syukur karena Musailamah Al-Kadz-dzab (orang yang mengaku Nabi) tewas dalam peperangan. Ali bin Abi Thalib sujud syukur karena salah seorang kaum Khadraj mayatnya ditemukan dalam peperangan.

 Sungguh keliru apabila rasa syukur kepada Allah dimanifestasikan dalam bentuk hura- hura, foya- foya, mabuk atau perbuatan yang bertentangan dengan agama. Yang demikian itu bukan bersyukur tetapi kufur ni’mat.

 Mengahiri khutbah kali ini mari kita renungkan ayat Allah di dalam Al-Qur’an:

 “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni’mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai, dan masukanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-Mu yang shaleh”. (QS. An- Naml: 19)

           

Ciputat, 1995

DRS. H. DJEDJEN ZAINUDDIN

BERGANTUNG PADA ALLAH

26. BERGANTUNG KEPADA ALLAH

Memperingati Isra Mi’raj

Pada Tanggal 30 September 1965 terjadi pemberontakan dan kekejaman yang dilakukan oleh PKI, yang dimanifestasikan dalam  bentuk penganiayaan/ pembantaian terhadap para perwira tinggi Angkatan Darat. Pembantaian tersebut dalam rangka melicinkan jalan menguasai Indonesia dan mengubah Pancasila dengan ideologi komunisme.

 Ada hal yang sangat menarik dari tragedi tersebut, termasuk pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, jika dilihat dari sudut keimanan. Menurut perhitungan akal dan matematis, cita- cita PKI mengubah ideologi Pancasila akan tercapai. Betapa tidak:

  1. Secara politis mereka punya kekuatan. Misalnya banyak sekali orang- orang PKI yang dekat dengan presiden, lebih kurang 15 orang menteri yang memegang jabatan penting dan strategis adalah dari PKI, Angkatan Laut dan udara sudah diselusupi orang- orang PKI
  2. PKI adalah salah satu partai terbesar di Indonesia
  3. Secara ekonomis, PKI adalah partai yang banyak mempunyai dana karena dibantu oleh donatur dari luar negeri, yang menyokong gerakan komunisme di Indonesia.
  4. Mobilisasi massa/ rakyat yang dilakukan PKI banyak mendapatkan sambutan. Misalanya peristiwa Bengkulu, usulan BTI dipersenjatai dan lain- lain

 Namun mengapa usaha PKI ini gagal total ? Semuanya sudah mereka persiapkan dengan matang, secara politis kuat, ekonomi kuat dan gerakan- gerakan sosial banyak memperoleh hasil. Ternyata satu hal yang mereka tidak punyai: Dukungan vertikal, yaitu Allah SWT.

 Apabila peristiwa pemberontakan PKI kita bandingkan dengan peristiwa Isra Mi’raj, maka kita akan memperoleh banyak pelajaran. Latar belakang peristiwa Isra Mi’raj adalah mandeknya perjuangan Nabi SAW, sehingga tahun tersebut dikenal dengan sebutan ‘amul huzni (tahun duka cita):

  1. Secara politis Nabi SAW kehilangan beking kuatnya, yaitu wafatnya Abu Thalib yang selalu melindungi Nabi SAW dari kekurang ajaran orang- orang Quraisy. Saat itu juga orang- orang kafir Quraisy semakin mengganas, sampai kepada usaha untuk menangkap/ membunuh Nabi SAW.
  2. Secara psichologis Nabi SAW kehilangan figur yang sangat dibanggakannya, yaitu wafatnya isteri Beliau, Siti Khadijah
  3. Umat Islam dikucilkan dan diembargo ekonomi oleh orang kafir Quraisy Makkah
  4. Perkembangan Islam saat itu benar- benar mengalami kemandekan/ jalan buntu, sehingga ummat Islam benar- benar menjadi pihak yang terpojok.

 Pada saat itu Nabi SAW dijatuhkan oleh manusia ke suatu titik terendah, dan di sana ia mengadu kepada Allah SWT: Ya Allah mau dibawa ke manakah hamba-Mu ini ! Ya Allah tolonglah hamba-Mu ini !

 Secara politis tidak memperoleh dukungan, secara ekonomis tidak mampu berbuat apa- apa. Demikian juga dukungan massa mengalami jalan buntu. Tapi mengapa perjuangan Nabi SAW akhirnya sukses ? Ia masih mempunyai beking dan dukungan utamanya: yaitu Allah SWT. Bahkan pada saat- saat genting ia diisra dan dimi’rajkan oleh-Nya sebagai bukti diangkatnya derajat beliau oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW adalah  cermin kita, ia adalah sosok manusia yang kuat bergantung kepada Allah SWT. Sehingga Allah SWT selalu menjaga dan menyelamatkannya. Allah SWT berfirman.

ولينصرن الله من ينصره  ان الله لقوي عزيز.  الحج: 40

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar- benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al- Hajj: 40)

 Allah adalah sumber dari segala kekuatan. Jika Allah menginginkan seseorang selamat, maka meskipun manusia se isi dunia berusaha untuk menjatuhkan dan mencelakakannya, maka ia pasti akan selamat. Demikian sebaliknya, jika Allah menakdirkan seseorang celaka, meskipun manusia seisi dunia berusaha menolongnya, pasti ia akan celaka juga. Manusia memang wajib berusaha, tapi tidak wajib berhasil. Karena ada kekuatan dari Yang Maha Kuat.

 Sebagai orang yang beriman, harus punya keyakinan, bahwa hanya Allah-lah yang menghidupkan dan mematikan, yang meninggikan dan merendahkan, yang memberikan manfaat dan madaharat. Selain Allah tidak ada yang kuasa melakukannya. Allah SWT berfirman.

قل لااملك لنفسي نفعاولاضراالاماشاء الله. الاعراف: 188

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik manfaat bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah.” (QS. Al-A’raf; 188)

 Manusia- manusia yang tidak kuat bergantung kepada Allah jiwanya akan rapuh, hatinya akan resah. Apabila memperoleh keberhasilan akan muncul kesombongannya, karena menganggap bahwa kesuksesannya adalah semata- mata hasil usahanya. Apabila mengalami kegagalan, ia akan menjadi orang yang putus asa dan menganggap dirinya tidak ada gunanya.

 Di era modern seperti sekarang ini banyak orang yang sukses tapi tidak bahagia. Pangkat tinggi, uang banyak, harta melimpah tapi jiwanya selalu diliputi keresahan. Pangkat dan jabatan terus naik, tapi darahpun terus lkut naik. Bisnis sukses, dagangan maju, keuntungan berlipat ganda, tapi tamak, rakus dan kikirnya semakin menjadi- jadi. Rumah besar dan mewah, perlengkapan rumah tangga serba lux dan canggih, tapi justeru semakin tidak betah berada di rumah. Suami sibuk ke luar di luar jam kerja dengan alasan kerja lembur. Sementara isteri sibuk di luar dengan alasan arisan, padahal mencari pasaran.

 Seorang futurolog dari As, Alpin Tofler dalam bukunya Future Shock mengggambarkan, bahwa di era modern seperti sekarang ini banyak manusia yang bingung dan stres, karena sedang terjadi persaingan yang tajam dalam meraih materi, tetapi tidak diimbangi dengan aspek spiritual.

 Di dalam masyarakat sedang terjadi cultural shock atau kejutan- kejutan budaya. Tetangga beli mobil baru, dibuatnya kaget. Teman kerja di kantor ditaikkan pangkatnya, dibuatnya kita bingung. Atau mungkin kita diturunkan jabatannya, dibutnya kita stres. Ahirnya banyak orang yang mengambil jalan pintas, bunuh diri. Bahkan semakin banyaknya anggota masyarakat yang mengkonsumsi narkoba mengindikasikan semakin tingginya tingkat keresahan jiwa masyarakat.

 Di era modern banyak manusia yang menilai bahwa kepuasan, kesenangan dan kebahagiaan hidup terletak dalam keberhasilannya mengumpulkan materi. Entah itu uang, harta, pangkat, jabatan atau hal- hal yang berbau duniawi. Materi telah menjadi tujuan hidup manusia. Bahkan tidak jarang manusia yang menuhankan benda. Inilah gaya hidup materialistik, yang sebenarnya akan menjatuhkan nilai dan martabat manusia. Ini menjadi “trade mark” manusia di era globalisasi.

 Nabi SAW. pernah memberikan gambaran, akan datang suatu masa nasib umat Islam seperti buih di tengah- tengah lautan yang diombang ambingkan oleh gelombang. Lalu para sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apakah pada saat nanti itu umat Islam jumlahnya sedikit ?” Rasulullah menjawab :”Tidak, tetapi banyak. Namun pada saat nanti itu umat Islam terjangkit penyakit wahan.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apa itu penyakit wahan?” “Penyakit wahan adalah ‘Hubbuddunya wakarahiyatul maut’, Rakus dunia dan takut mati”. Agaknya hal ini sedang terjadi di tengah- tengah kita.

Islam tidak melarang umatnya menjadi orang kaya, Islam tidak melarang umatnya memiliki kekayaan yang banyak. Sebab kekayaan atau harta sangat diperlukan dalah kehidupan manusia. Manusia adalah manusia, adalah makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani. Maka manusia sangat membutuhkan hal- hal yang bersifat jasmaniyah. Bahkan Islam menganjurkan agar umatnya memiliki banyak harta dan  sekaligus mengecam kemiskinan. Rasulullah bersabda:

كَاذَالْفَقْرُاَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

“Kefakiran dapat menyebabkan kekufuran.”

 Sahabat Nabi SAW banyak orang kaya. Siti Khadijah, isteri Rasulullah adalah orang kaya, Abu Bakar, Umar, Utsman adalah para konglomerat. Bahkan Abdurrahman bin Auf adalah saudagar yang memiliki kekayaan yang sangat banyak. Rasulullah tidak melarang mereka, sebab kekayaan mereka dijadikan alat untuk membangun Islam. Karenanya yang dikecam dalam Islam adalah menjadikan harta atau meteri sebagai tujuan hidup manusia. Islam menganjurkan agar harta, pangkat dan jabatan dijadikan alat untuk berjuang di jalan Allah dan mengabdi kepada-Nya.

 

Maka mengapa di alam modern seperti sekarang ini semakin bayak manusia yang stres dan bungung ? Jawabannya sebenarnya sangat mudah. Di satu sisi manusia menganggap materi sebagai tuhan, mendewakan akal dan fikirannya dan di sisi lain manusia telah jauh dari Allah SWT. Mereka tidak lagi mempunyai sandaran vertikal, yaitu Allah SWT.

 

Maka hanya orang yang selalu dekat dengan Allah dengan segala pengabdiannya, kuat menggantungkan dirinya kepada Allah lalu mengoptimalkan ikhtiarnya, maka akan memperoleh kebahagiaan hidup, dalam situasi dan kondisi apapun. Allah SWT berfirman:

الذين امنواوتطمئن قلوبهم بذكرالله الابذكرالله تطمئن القلوب.  الرعد: 28

“Orang- orang yang beriman dan hatinya menjadi tenang karena mengingat (berdzikir) kepada Allah. Ingatlah bahwa mengingat Allah hati akan menjadi tenang.” (QS. Ar- Ra’d: 2swb8)

 

Dalam kesibukan kita sehari- hari yang menyita banyak waktu, tenaga dan fikiran, jangan lupa mengingat Allah. Dekatkanlah diri kita kepada-Nya agar kita memperoleh kebahagiaan hidup. Berjuanglah untuk agama Allah, pasti Allah akan menolong kita Waktu yang Allah berikan kepada kita sehari semalam adalah 24 jam. Hanya beberapa menit saja waktu yang dihabiskan untuk mendirikan shalat yang lima waktu, tapi mengapa masih saja banyak yang menghindar dari perintah ini. Allah menjanjikan keberuntungan bagi orang- orang yang selalu dekat dengan-Nya

فأماان كان من المقربين فروح وريحان وجنة نعيم.  الواقعة: 88-89

“Adapun orang- orang yang dekat kepada Allah, maka ia akan memperoleh kebahagiaan/ ketentraman, rizki dan syurga yang penuh kenikmatan.” (QS. Al- Waqi’ah: 88- 89

 Apapun yang kita miliki, hakikatnya adalah milik Allah. Maka harta yang kita miliki, jabatan yang kita raih, pangkat yang kita peroleh bukanlah segala- galanya dan bukan sebagai tujuan hidup kita, tapi sebagai alat untuk beribadah kepada-Nya dan berjuang menegakkan agama-Nya. Di dalam hidup yang penuh pengabdian kepada-Nya, kita akan memperoleh pertolongan-Nya dan kebahagiaan hidup. Kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT.

وماخلقت الجن والإنس الاليعبدون. الذاريات: 56

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan un tuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

 

Ciuputat, 1996

Drs. H. Djedjen Zainuddin

TIGA PANGKAL DOSA

25. TIGA PANGKAL DOSA

 

Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan suci, tidak membawa dosa. “Kullu mauludin yuladu ‘alal fitrah” (Setiap manusia yang dilahirkan dalam keadaan suci). Tetapi setelah tumbuh dan berkembang,  kebanyakan manusia tidak mampu mempertahankan kesuciannya, sehingga ia terjerumus ke dalam perbuatan dosa, perbuatan yang mengotori kesuciannya. Ternayata semua kejahatan dan kesalahan manusia bersumber kepada tiga pangkal dosa, yaitu:

 Pertama:  Sombong atau al- kibr

 Sifat sombong ini bermula dari penolakan iblis akan perintah Allah untuk bersujud kepada Adam as. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.

واذقلناللملئكةاسجدوالأدم فسجدواالاابليس ابى واستكبروكان من الكافرين.

 البقرة: 34

“Dan (ingatlah)  ketika Kami  berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan sombong dan ia termasuk golongan yang kafir.” (QS. Al- Baqarah: 34)

 Iblis memperlihatkan kesombongannya di hadapan Allah SWT, karena merasa dirinya lebih baik dan lebih tinggi derajatnya jika dibandingkan dengan Adam. Maka menurutnya tidak pantas kalau ia harus menghormat kepada Adam. Hal ini tergambar dalam firman Allah SWT:

Allah berfirman: “Apa yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu ?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al- A’raf: 12)

Sombong adalah perbuatan jahat yang pertama kali dipraktekkan oleh makhluk Allah, yaitu iblis. Sehingga sifat sombong ini menjadi pokok dari segala sumber kejahatan manusia. Sifat sombong ini yang membuat iblis menjadi makhluk Allah yang selalu durhaka kepada-Nya sepanjang masa sampai hari kiamat nanti. Sifat sombong  akan terus disebarkan oleh iblis kepada umat manusia. Sebab kalau sifat sombong ini sudah tertanam dan mengakar ke dalam jiwa manusia, maka akan hancurlah kehidupan manusia, ia akan menjadi teman iblis dan celaka bersama- sama dengannya.

 Sifat sombong adalah sifat yang paling berbahaya dalam kehidupan manusia, baik kehidupan individu maupun kehidupan kemasyarakatan. Sehingga oleh Rasulullah SAW ditegaskan, bahwa orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong meskipun sekecil biji sawi, maka ia tidak akan merasakan nikmatnya syurga. Sebab sifat sombong akan menjadi penghalang bagi seseorang untuk masuk syurga.

لاَيَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍمِنْ كِبْرٍ

“Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong meskipun sebesar biji sawi”

Perbuatan- perbuatan dosa yang berpangkal kepada sombong banyak sekali, antara lain: Tidak mau menyembah kepada Allah karena merasa dirinya besar. Fir’aun bukan saja tidak mau menyembah Allah, bahkan ia mengaku dirinya sebagai Tuhan yang harus disembah. Perilakunya itu merupakan manifestasi dari sifat sombong. Demikian juga menganggap orang lain kecil dan hina adalah juga akibat adanya sifat sombong. Tidak mau menghormati sesama, hilangnya sifat tawadhu, lunturnya rasa belas kasihan kepada sesama adalah juga pantulan dari sifat sombong. Allah SWT memberikan ancaman keras kepada manusia- manusia yang sombong:

 “Orang- orang yang menyombongkan diri dari menyembah Aku, pasti akan masuk neraka Jahannam sebagai manusia yang hina.” (QS. Al- Mu’min: 60)

Pangkal dosa yang kedua adalah rakus atau serakah. Di dalam bahasa agamanya adalah thoma’.

Rakus atau serakah adalah hasrat untuk memiliki dan menikmati semua yang ada tanpa batas dengan tidak menghiraukan hukum- hukum Allah. Sifat rakus ini dianggap sebagai pangkal dari dosa manusia, karena berawal dari keinginan Adam dan Hawa untuk menikmati semua yang ada di syurga, meskipun dengan jalan melanggar larangan Allah SWT, yaitu memakan buah khuldi.

 

 (Dan Allah berfirman): “Hai Adam  tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah- buahan)  mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang- orang yang dzalim.” (QS.  Al-A’raf: 19)

 

Adam dan Hawa oleh Allah diberikan kebebasan dan keleluasaan untuk menikmati apa yang ada di syurga dan memakan apa saja yang ada kecuali buah khuldi. Tapi ternyata yang satu inipun dilanggar oleh Adam dan Hawa.  Perbuatan Adam dan Hawa memakan buah khuldi ini merupakan perbuatan yang didorong oleh sifat serakah, meskipun diawali dengan godaan syetan.

 Gaya hidup materialistik yang melanda masyarakat dewasa ini, juga merupakan indikasi keserakahan manusia. Gaya hidup semacam ini bukan lagi menjadi barang rahasia di alam modern seperti sekarang, dan ini akan menjatuhkan nilai dan martabat manusia di sisi Allah SWT, karena manusia telah menghalalkan segala cara. Terpuruknya negri kita tercinta dan hancurnya perekonomian masyarakat lebih banyak disebabkan oleh rakusnya para pemimpin dan pejabat negeri ini dengan aji mumpungnya. SWT memperingatkan kita di dalam Al-Qur’an:

الهكم التكاثر. حتى زرتم المقابر . كلاسوف تعلمون . ثم كلاسوف تعلمون.

 التكاثر: 1- 4

“Bermegah- megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Jangan begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu). Dan janganlah begitu kelak kamu akan mengetahui” (QS. At- Takatsur: 1- 4)

 

Kejahatan- kejahatan yang ditimbulkan oleh sifat rakus ini banyak sekali,  antara lain: Korupsi, kolusi, manipulasi, pencurian, perampokan, kikir, menumpuk- numpuk harta, panjang angan- angan dan lain- lain. Semuanya sangat berbahaya, baik bagi kehidupan pribadi maupun masyarakat.

 Pangkal dosa yang ketiga adalah iri dan dengki atau hasad

 Iri dan dengki yaitu merasa benci atau tidak senang melihat orang lain memperoleh ni’mat dari Allah atau memperoleh kebahagiaan hidup. Sifat hasud pertama kali dilakukan oleh Qabil (putra pertama Adam) yang merasa tidak senang kepada adiknya (Habil) yang memperoleh ni’mat dari Allah SWT.  Kurban Habil diterima oleh Allah, sedangkan kurban yang diberikan Qabil ditolak. Untuk melampiaskan ketidak senangannya, ahirnya Qabil membunuh Habil dengan batu. Ini adalah pembunuhan pertama yang dilakukan bani Adam, sebagai akibat dari sifat hasud.

Allah SWT berfirman:

  “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang- orang yang bertaqwa.” (QS. Al- Maidah: 27)

 Sifat hasud adalah penyakit rohani yang sangat berbahaya baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Orang yang mempunyai sifat hasud hatinya akan selalu panas, membara dan bergolak. Setiap orang lain memperoleh ni’mat, hatinya akan mendidih dan terbakar.  Jiwanya menjadi labil dan stres, bahkan bisa menjadi gila. Di dalam hatinya terdapat penyakit yang bisa membakar dan menghancurkan dirinya. Demikian pula bahaya hasud bagi orang lain atau masyarakat, akan tersebar dan tertanam benih- benih kebencian yang tiada batas dan bahkan bisa membuahkan tragedi berdarah seperti pembunuhan Qabil kepada Habil.

 Perbuatan- perbuatan yang ditimbulkan oleh hasud antara lain: suudzan, ghibah, namimah (adu domba), fitnah, dendam, penganiayaan, permusuhan, pembunuhan dan lain- lain. Karenanya sifat hasud harus dijauhkan dari kehidupan kita.

 Rasulullah SAW bersabda:

اِنَّ الْغِلَّ وَالْحَسَدَيَأْكُلاَنِ الْحَسَنَاتِ كَمَاتَأْكُلُ النَّارُالْحَطَبَ

“Iri dan dengki keduanya bisa menghapus amal kebaikan seperti api yang membakar kayu”

 Tiga jenis perbuatan atau sifat buruk di atas menjadi pangkal- pangkal daripada dosa manusia. Rusak dan hancurnya manusia lebih banyak ditimbulkan oleh tiga sifat di atas. Maka setiap saat kita berupaya untuk menghindari dan menjauhi sifat- sifat tersebut. Sebab semuanya menjadi malapetaka bagi kita.

 Ciputat, 1992

Drs. H. Djedjen Zainuddin