ZAKAT

32. MENUNAIKAN ZAKAT

     Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, urutannya adalah yang ke tiga setelah syahadat dan shalat. Namun perintah menunaikan zakat sama kerasnya dengan perintah mendirikan shalat. Menurut penelitian khatib, di dalam Al-Qur’an terdapat 26 ayat yang menggandengkan perintah shalat dengan perintah zakat di dalam satu ayat/ ayat yang sama, dengan redaksi yang berbeda- beda. Misalnya:

أقيمواالصلاة وأتواالزكاة. الذين يقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة

Sebaik- baik ibadah badaniyah adalah shalat dan sebaik- baik ibadah maliyah atau harta adalah zakat. Namun perintah zakat ini banyak diabaikan oleh umat Islan, terutama zakat harta, sehingga zakat belum berfungsi mengangkat kaum dhu’afa dan menghilangkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Mendiang YB. Mangunwijaya pernah menyindir: “Zakat yang ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, sama halnya dengan orang yang menderita kanker lalu berusaha disembuhkan dengan obat gosok.”  Sedih memang mendengar kritikan tajam iti, namun inilah kenyataan yang sebenarnya terjadi.

    Membicarakan masalah zakat, berarti membahas tentang kewajiban dan hak. Zakat adalah kewajiban si kaya (muzakki) dan hak si miskin (mustahik). Bukan bonus atau hadiah, tetapi hak dalam arti yang sebenarnya. Maka apabila si kaya tidak berzakat, boleh dipaksa oleh keputusan hakim agar mengeluarkan zakatnya. Bahkan tatkala Abu Bakar Shiddiq diangkat menjadi khalifah, salah satu program utamanya adalah memerangi orang- orang yang tidak mau membayar zakat. Mengapa orang yang tidak shalat tidak diperangi, tetapi orang yang tidak membayar zakat diperangi ? Sebab kalau orang tidak membayar zakat, dampaknya langsung dirasakan oleh orang yang berhak dan berarti tidak mengelurkan hak orang lain.

Allah SWT berfirman.

 “Ambillazh zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At- Taubah: 103)

Di dalam harta orang kaya terdapat dua macam hak orang lain:

Pertama adalah hak yang bersifat terbatas, tertentu dan permanen, yaitu zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta.

Kedua hak yang tidak terbatas dan tidak tertentu baik waktu, ukuran/ takarannya, yaitu shadaqah, infaq, hibah, wakaf dan hadiah.

    Dengan zakat Islam berupaya mendekatkan antara si miskin dan si kaya, jangan sampai ada jurang pemisah yang dalam antara keduanya. Jangan sampai si kaya menginjak- injak dan memperlakukan semena- mena terhadap  si miskin, juga jangan sampai si miskin memusuhi orang kaya. Islam tidak berupaya menyamakan atau menyamaratakan si miskin dengan si kaya.  Sebab Islam pun mengakui adanya ketidak samaan antara manusia dalam hal kekayaan. Sebab manusia dilahirkan oleh Allah SWT dalam keadaan berbeda, baik fisiknya, mentalnya, ketekunannya, maupun kecerdasannya.

Allah SWT berfirman.

 “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki” (QS. An- Nahl: 71)

 

Islam membolehkan adanya hak milik individu dan Islam melindunginya serta boleh dipindahkan atau diwariskan kepada pihak lain. Orang lain termasuk pemerintah tidak boleh mengusiknya, kecuali merugikan orang lain. Tapi hak milik individu tersebut adalah hak milik secara nisbi dalam kaitannya dengan kepentingan orang lain, atau pemilik menurut dzahirnya saja untuk memanfaatkannya. Sedangkan pemilik yang sebenarnya adalah Allah SWT.

لله ملك السموت والارض ومافيهن. المائدة: 120

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya.” (QS. Al- Maidah: 120)

 Maka konsekuensinya si kaya tidak boleh menimbun hartanya. Harus dilepaskan sebagian hartanya dalam rangka pergaulan dengan sesama manusia, baik melalui zakat, infaq, shadaqah dan lain- lain.

    Terkadang mungkin dalam hati kecil kita bertanya-tanya :”Mengapa harus mengeluarkan zakat segala macam ?. Mengapa kita wajib mengeluarkan sebagian harta yang kita miliki ? Padahal apa yang saya peroleh adalah hasil dari kerja keras saya !” Pertanyaan ini memang manusiawi, tetapi kalau kita sadari, bahwa sebenarnya kehidupan kita ini selalu bergantung kepada peranan orang lain, atau paling tidak selalu membutuhkan keterlibatan orang lain. Misalnya pedagang sangat membutuhkan pembeli, pengusaha transportasi akan memperoleh banyak untung kalau ada penumpang, dokter banyak yang menjadi kaya karena ada orang sakit atau pasien, guru mendapatkan honor karena ada murid, serta propesi lainnya selalu membutuhkan orang lain. Maka sangat wajar apabila Islam memerintahkan agar umatnya mengelurakan sebagian kecil dari harta yang  dimilikinya dalam rangka pergaulan dengan sesama manusia. Sebab kita ini tidak hidup sendirian, tetapi bersama- sama dengan orang lain. Dan apa yang kita peroleh adalah karena ada peranan orang lain

Islam sangat menaruh harapan dari zakat ini. Namun dalam pelaksanaannya ternyata masih banyak menyimpan masalah, antara lain:

 Pertama, masih rendahnya tingkat kesadaran umat Islam dalam menunaikan zakat. Rendahnya tingkat kesadaran ini disebabkan oleh kurang fahamnya umat Islam tentang perintah zakat, sehingga umat Islam menjadi buta terhadap perintah yang satu ini.  Selain itu juga karena tidak jujurnya umat Islam untuk menghitung hartanya dan berapa banyak yang harus dikeluarkan untuk zakat. Bahkan dengan sengaja berusaha untuk menghindar dari mengeluarkan zakat.

Kedua, pengelolaan zakat belum optimal, bahkan  terkesan liar dan asal- asalan. Sehingga akibatnya, zakat tidak mampu menolong kaum dhu’afa dan belum berperan menghilangkan gap antara si miskin dan si kaya. Di satu sisi zakat baru dijadikan barang konsumtif dan belum dijadikan barang produktif, dan di sisi lain pengelola zakat yang beruntung, sementara para mustahiknya tetap saja buntung. Bahkan sering terjadi penyaluran zakat salah sasaran, dengan mereka- reka sebagai asnaf dalam zakat.

Banyak sekali hikmah dari menunaikan zakat ini, antara lain:

Pertama, Menunaikan zakat adalah manifestasi dari rasa syukur atau pernyataan terima kasih kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan rizki kepada hamba- Nya.

Kedua, zakat mendidik manusia membersihkan jiwanya dari sifat bakhil/ kikir dan rakus, sekaligus mendidik manusia menjadi dermawan dan pemurah.

Ketiga, Sifat perjuangan Islam selalu berorientasi kepada kepentingan kaum dhu’afa. Sejarah perjuangan Rasulullah SAW menjadi bukti, dimana beliau selalu memperhatikan kepentingan- kepentingan hidup kaum lemah, baik dalam memperoleh kemerdekaan pribadi dan perbudakan, maupun dalam memenuhi tuntutan sosial ekonominya, agar hidup secara wajar. Allah SWT berfirman.

 “Dan kami hendak memberi karunia kepada orang- orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang- orang yang mewarisi bumi.” (QS, Al- Qashash: 5)

Keempat, Ajaran zakat menunjukkan bahwa kemiskinan adalah musuh yang harus dientaskan. Islam memandang bahwa kemiskinan bisa menjadi penyebab kekufuran, bahkan pencurian dan kejahatan lainnya. Nabi SAW bersabda:

كَاذَالْفَقْرُاَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا  رواه ابو نعيم

“Kefakiran dapat menyebabkan kekufuran.” (HR. Abu Na’im)

Kelima, zakat dapat menghubungkan tali kasih sayang antara golongan yang berpunya dengan golongan yang tak berpunya. Dengan zakat maka struktur masyarakat Islam dapat dibina sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّبَعْضُهُ بَعْضًا.  رواه مسلم

“Orang mu’min terhadap mu’min lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan satu bagian dengan bagian lainnya.”  (HR Muslim)

    Dalam tempat yang mulia ini khatib mengajak, marilah kita menghitung secara jujur harta yang kita miliki atau yang kita peroleh, untuk kemudian dengan penuh kesadaran kita keluarkan zakatnya sesuai dengan ketentuan yang digariskan agama. Tidak mengelurakan zakat berarti berarti merampas hak orang lain, sama dengan memakan harta yang haram.

 

                                                            Ciputat, 1996

                                                            Drs. H. Djedjen Zainuddin

Leave a comment