PENGHUNI NERAKA

24. PENGHUNI NERAKA

 

Manusia adalah makhluk yang mulia di sisi Allah SWT. Karenanya kita hendaklah menjaganya agar kita tidak jatuh ke lembah yang nista dan hina. Allah SWT berfirman.

ولقدكرمنابنى ادم وحملناهم فى البروالبحرورزقناهم من الطيبات وفضلناهم على كثيرممن خلقناتفضيلا.  الإسراء: 70

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak- anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik- baik dan Kami  lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al- Ira: 70)

 Ayat di atas merupakan penegasan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah di atas makhluk- makhluk lainnya. Keunggulan manusia sebagai ciptaan Allah itu baik dari segi fisik maupun mentalnya, baik jasmani maupun rohaninya. Di dalam ayat lain Allah menegaskan

لقدخلقناالإنسان فى احسن تقويم.  التين: 4

Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam sebaik- baik bentuk. (QS. At- Tin: 4)

 Dari ujung rambut hingga telapak kaki, semuanya adalah keindahan ciptaan Allah. Bandingkanlah dengan binatang. Binatang berjalan merangkak atau melata, sementara manusia jalannya tegak dengan kepala di atas.

 Manusia adalah makhluk yang mulia, manusia adalah makhluk yang utama dan manusia adalah makhluk yang indah bentuknya. Tapi mengapa penghuni neraka kebanyakan dari jin dan manusia ? Firman Allah SWT

ولقدذرأنالجهنم كثيرامن الجن والإنس لهم قلوب لايفقهون بهاولهم اعين لا يبصرون بها ولهم أذان لا يسمعون بهااولئك كالانعام بل هم اضل اولئك هم الغافلون.   الأعراف: 179

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi) neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda- tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat- ayat Allah). Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang- orang yang lalai (Al- A’raf: 179)

 Ayat di atas memberikan jawaban, mengapa penghuni neraka itu kebanyakan terdiri dari jin dan manusia

 Pertama:

لهم قلوب لا يفقهون بها

Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami tanda- tanda kebesaran Allah SWT.

Hati adalah pusat pengendali yang ada dalam tubuh manusia. Bila hatinya baik maka seluruh perbuatan akan baik. Demikian sebaliknya. Rasulullah SAW bersabda:

اِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةٌ اِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ كُلُّهُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ كُلُّهُ اَلاَ وَهِيَ اَلْقَلْبُ

Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Apa bila ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Segumpal darah itu adalah hati.

 Hati yang baik akan memantulkan perbuatan/ perilaku yang baik. Hati yang baik akan melahirkan ketaatan akan perintah Allah SWT dan ketaatan untuk menjauhi segala larangan-Nya. Bahkan orang yang sudah muslim dan mu’min sekalipun, tingkatan kebaikan dan kesadaran hatinya akan terlihat dalam menaati perintah Allah SWT.

 Ada orang yang melaksanakan perintah Allah karena takut adzab-Nya. Orang mu’min ini seperti anak kecil yang mau melaksanakan perintah orang tuanya karena takut dimarahi. Juga ada orang mu’min yang mau melaksanakan perintah Allah SWT karena mengharapkan syurga-Nya. Persis seperti anak kecil yang mau melaksanakan permintaan orang tuanya karena mengharapkan upah darinya. Yang paling baik adalah orang yang melaksanakan perintah Allah SWT karena ikhlas lillahi ta’ala, sebagai rasa syukur atas ni’mat dan karunia yang telah Allah berikan kepadanya.

 Kedua

لهم اعين لايبصرون بها

Mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat ayat- ayat Allah.

 Ayat- ayat Allah itu baik yang micro cosmos yaitu Al- Qur’an maupun macro cosmos yaitu alam dunia serta isinya. Yang semuanya itu adalah ayat- ayat/ tanda- tanda kebesaran Allah SWT.

 Melihat ciptaan Allah untuk ditafakuri dan difahami agar menambah keimanan dan ketakwaan. Merenungi kebesaran Allah agar manusia menyadari akan kelemahan dirinya serta mengikis sifat sombong yang dapat menjerumuskan manusia kepada kebinasaan.

 Teramat banyak manusia yang celaka kerena matanya digunakan untuk ma’siyat kepada Allah SWT. Banyak sekali ma’siyat yang bersumber dari mata. Ghibah dan namimah banyak bersumber dari mata. Pencurian dan perampokan banyak berasal dari pandangan mata. Belum pernah kita dengar orang buta mencuri dan merampok. Perzinahan dan perjudian banyak berawal dari pandangan mata.

 Maka mata yang tidak dapat dikendalikan menjadi penyebab jatuhnya manusia ke jurang kebinasaan dan menjadi penyebab terjerumusnya manusia ke neraka Jahannam.

 Ketiga

لهم اذان لايسمعون بها

Mereka mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar ayat- ayat Allah.

Mestinya telinga sebagai salah satu ni’mat dari Allah digunakan untuk mendengarkan kebenaran, mendengarkan bacaan Al- Qur’an, mendengarkan kalimah takbir, tahmid, tahlil serta nasihat- nasihat yang baik.

 Ada tiga tingkatan telinga dan hati manusia dalam menerima kebenaran:

Pertama, telinga dan hati manusia laksana tanah merah yang ditimpa air hujan. Meresap, subur dan tumbuh pepohonan yang menghasilkan buah- buahan. Telinga seperti ini apabila mendengar kebenaran ia terima, diresapi dan difahami yang ahirnya melahirkan perbuatan amal shaleh.

 Kedua, telinga dan hati manusia laksana pasir yang ditimpa air hujan. Sebesar apapun hujan menimpa pasir hanya sekedar lewat seperti tidak pernah terjadi apa- apa. Telinga seperti ini bila mendengarkan nasihat dan petuah hanya sekedar lewat, masuk telinga kanan keluar dari telinga kiri. Tidak meninggalkan berkas apa- apa.

 Ketiga, telinga dan hati manusia laksana batu yang ditimpa air hujan. Sebesar apapun hujan menimpa batu, semuanya akan mental. Telinga dan hati manusia seperti ini selalu menolak akan kebenaran, seperti pemuka- pemuka Quraisy yang menentang da’wah Rasulullah SAW misalnya Abu Jahal, Abu Lahab dan Abu Sufyan.

 Manusia yang sangat dimuliakan dan ditinggikan derajatnya oleh Allah, manusia yang diciptakan dengan sebaik- baik bentuk, ternyata nasibnya harus menjadi penghuni neraka jahannam. Bila mengamati ayat di atas penyebabnya adalah kerena hatinya tidak digunakan untuk memahami tanda kebesaran Allah, matanya tidak digunakan untuk melihat tanda- tanda kebesaran Allah dan telinganya tidak digunakan untuk mendengarkan ayat- ayat Allah

 Manusia semacam ini digambarkan oleh Allah seperti binatang ternak. Bahkan nasibnya lebih sesat daripada binatang ternak. Kalau binatang selalu melakukan kejahatan itu sangat wajar, karena tidak mempunyai akal. Tetapi kalau manusia yang oleh Allah dikaruniai akal namun selalu melakukan kejahatan, maka ia harus menerima akibatnya sebagai pertanggung jawabannya.

 Karenanya apa yang Allah berikan kepada kita, syukurilah. Manifestasinya adalah iman dan amal shaleh. Manusia yang dimuliakan dan dibaguskan bentuk penciptaannya akan dijatuhkan ke tempat yang paling rendah, kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh.

الاالذين امنواوعملواالصالحات فلهم اجر غيرممنون.  التين: 6

Kecuali orang- orang yang beriman dan beramal shaleh maka bagi mereka adalah pahala yang tiada putus- putusnya. (QS. At- Tin: 6)

 

Ciputat, 1993

Drs. H. Djedjen Zainuddin

ALQUR’AN PEDOMAN HIDUP

23. AL- QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP

 

Dalam mimbar yang mulia ini khatib mengajak kepada seluruh jama’ah untuk senantiasa berpedoman kepada kitab Suci Al- Qur’an. Kita jadikan Al-Qur’an sebagai kompas dalam kehidupan kita. Karena dengan Al-Qur’an kita akan mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar, jalan yang lurus, jalan yang diridhai Allah SWT. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:

شهررمضان الذى انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان. البقرة: 185

“Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur’an (menjadi) petunjuk bagi manusia dan memberikan penjelasan daripada petunjuk tersebut serta Al-Furqan (pembeda antara yang haq dengan yang bathil).” QS. Al- Baqarah: 185

Al- Qur’an sebagaimana ayat di atas diturunkan pada bulan Ramadhan, bertepatan dengan turunnya Al-Qadar dan menurut para pakar sejarah Islam tepat pada malam 17 Ramadhan. Angka 17 memang sangat istimewa. Indonesia merdeka pada bulan Agustus 1945 tanggal 17. Seorang gadis yang sedang mekar dan manis jatuh pada usia 17, sehingga disebut sweet seven ten. Orang Islam wajib menunaikan shalat fardhu yang lima waktu, jumlah rakaatnya sebanyak 17. Dan Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan tanggal 17.

Al- Qur’an adalah satu- satunya kitab suci yang sejak diturunkannya lima belas abad yang lalu hingga kini tidak pernah ada perubahan sedikitpun, baik itu penambahan maupun pengurangan, meskipun hanya satu titik. Sebab sebuah titik saja dapat mengubah bacaan dan arti yang bertolak belakang. Terpeliharanya Al-Qur’an ini memang telah dijamin oleh Allah SWT,

انانحن نزلناالذكرواناله لحافظون.

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar- benar memeliharanya.” (QS. Al- Hijr: 9)

Kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa telah dipalsukan oleh pendeta- pendeta Yahudi, dan menjelma menjadi kitab Talmud, yaitu kitab yang berisikan kupasan dan tafsiran dari kitab Taurat yang dilakukan oleh para pendeta Yahudi. Kitab Talmud kini menjadi kitab pedoman umat Yahudi, baik kitab Talmud Babli maupun Yerussalmi

Demikian pula dengan Bible atau Al- Kitab, yaitu kitab suci umat Kristiani, bukan lagi Kitab Injil yang masih orisinal sebagaimana yang diturunkan kepada nabi Isa AS. Kitab- kitab ini merupakan buah karangan dari Matius, Markus, Lukas, Yohanes dan lain- lain, yang dikarang antara 50 sampai 200 tahun setelah Isa AS dianggak oleh Allah SWT. Kitab ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia, tetapi semakin berubah karena tidak menyertakan bahasa aslinya, sehingga terjadi perubahan kosa kata dan makna.

Al- Qur’an sejak turunnya sampai sekarang tetap berbahasa Arab, dan setiap terjemahan Al-Qur’an harus menyertakan teks Al-Qur’an dengan bahasa Arab. Orang Islam dari bangsa manapun berpedoman kepada Al-Qur’an dengan bahasa Arab. Terjemahan Al-Qur’an tidak dianggap sebagai Al-Qur’an, karena Al-Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW dengan bahasa Arab.

اناانزلناه قرأناعربيالعلكم تعقلون.  يوسف: 2

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2)

Keistimewaan lain Al- Qur’an yaitu bahwa Al-Qur’an tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan.  Ada yang berpendapat bahwa Al-Qur’an itu benar karena sesuai dengan ilmu pengetahuan. Pendapat ini sebenarnya kurang tepat, karena justeru ilmu pengetahuan itu bisa dianggap benar kalau sesuai dengan al-Qur’an. Ini wajar sekali sebab Al-Qur’an yang lebih tinggi kedudukannya yang menerangkan kebenaran ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya. Kalau ada ayat yang belum terjangkau oleh akal manusia, bukan berarti Al-Qur’an itu bertentangan dengan akal, tetapi manusia dengan segala keterbatasannya belum mampu memahami kandungan Al-Qur’an.

Seorang sarjana Perancis, Maurice Bucaile dalam bukunya La Bible La Qoran et La Science mengatakan: “Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang murni,masih asli, sejarahnya terang, tidak mengandung suatu pernyataan yang dapat dibantah dari segi pandangan ilmiah di zaman modern ini dan dalam al-Qur’an agama dan sain selalu dianggap sebagai saudara kembar.” Ia melakukan study komparatif (perbandingan) antara Al-Qur’an dan Bible dalam konteks ilmu pengetahuan. Ternyata Al-Qur’an mengandung bukti- bukti kebenaran, baik dilihat dari sudut ilmu pengetahuan, sejarah,filsafat dan lain- lain. Ia melakukan penelitian tentang kebenaran Fir’aun yang mati tenggelam sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an. Ternyata benar, setelah diotopsi secara cermat dan intensif, Fir’aun mati karena tenggelam dengan bukti- bukti ilmiah di tubuhnya.

Tahun 1992 Paus Johanes Paulus II mengampuni Galileo Galilei yang hidup pada abad ke 14 M. Galileo  dianggap berdosa karena menentang doktrin gereja yang menyatakan bahwa matahari berputar mengelilingi bumi. Sedangkan Galileo berpendapat bahwa bumi mengelilingi matahari. Maka ia dihukum atas perintah gereja.

 Jauh sebelum itu Al-Qur’an telah menyatakan bahwa matahari berputar pada porosnya dan tidak mengelilingi bumi.

والشمس تجرى لمستقرلهاذلك تقديرالعزيزالعليم. يس: 38

“dan matahari berputar di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38)

Apakah kita hanya berbaga- banggaan dengan kehebatan dan keistimewaan Al-Qur’an ? Yang paling penting adalah:

 

Pertama, membaca dan memahami Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah satu- satunya bacaan yang apabila dibaca bernilai ibadah, meskipun tidak mengetahui artinya. Bahkan syurga pun sangat merindukan orang- orang yang membaca Al-Qur’an.

اَلْجَنَّةُ مُشْتَقَةٌ لِاَرْبَعٍ : تَالِ الْقُرْأنِ وَحَافِظِ اللِّسَانِ وَمُطْعِمِ الْجِيْعَانِ وَصَائِمِ الرَّمَضَانَ

Surga merindukan empat kelompok manusia: Orang yang membaca Al-Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang suka memberi makan kepada orang yang lapar (miskin) dan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَرَأَحَرْفًامِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌوَالْحَسَنَةُبِعَشْرِاَمْثَالِهَالاَاَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ اَلِفُ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ.     

 رواه الحاكم عن ابن مسعود

“Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Qura’an) maka ia mendapat pahala untuk tiap huruf satu kebajian, dan tiap kebajikan itu berlipat ganda sepuluh kali. Saya tidak berkata alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. (HR. Al- Hakim dari Ibnu Mas’ud)

Membaca Al-Qur’an adalah gerbang pertama untuk dapat memahami dan mengamalkan Al-Qur’an. Sangat sulit untuk dapat memahami Al-Qur’an kalau membacanya saja tidak bisa. Hasan Al- Banna seorang mujaddid dan mujahid dari Mesir mengatakan: “Apabila hendak menciptakan generasi Islam yang kuat, awalilah dengan kepandaian membaca dan memahami Al-Qur’an”.

Bersyukur, sekarang ini tumbuh di mana- mana Taman kanak- Kanak/ Taman Pendidikan Al-Qur’an, sehingga insya Allah anak- anak kita tidak ada yang buta membaca Al-Qur’an. Tinggal para orang tua berkeinginan kuat dan mengarahkan putra putrinya untuk belajar Al-Qur’an.

 Kedua, mengamalkan isi dan kandungan Al-Qur’an, yaitu menjadikan Al-Qur’an sebagai tuntunan hidup kita, bukan tontonan hidup kita. Adalah keliru orang yang mengaku dan meyakini bahwa dirinya ciptaan Allah tetapi tidak berpedoman kepada Kitab yang diturunkan dari Allah.

Dapat diumpamakan sebuah perusahaan otomotif atau barang- barang elektronic. Setiap produk yang dipasarkan selalu disertai buku pedoman pemakaian dan pemeliharaannya. Yang tahu persis kekuatan dan kelemahan produk- produk yang dipasarkan adalah yang membuatnya. Karenanya agar awet, maka dikeluarkanlah buku petunjuknya. Maka alangkah bodohnya manusia bila membeli motor Vespa misalnya tapi buku petunjuk yang digunakannya adalah buku petunjuk untuk motor Honda. Bahkan mungkin orang dikatakan tolol, kalau tidak mau dikatakan gila.

 Demikian pula Allah yang Maha Rahman dan Rahim yang menciptakan manusia, ia keluarkan buku pedoman hidup manusia agar manusia bahagia, sejahtera, dan selamat dunia akhirat. Yang paling tahu persis kekuatan dan kelemahan manusia adalah Ia yang menciptakannya. Maka alangkah bodohnya kalau manusia yang menyadari sebagai ciptaan Allah tetapi mengambil pedoman hidupnya adalah buatan manusia, bahkan ada yang berpedoman kepada makhluk- makhluk halus seperti jin dan syetan.

Mengahiri khutbah kali ini, marilah kita renungkan bersama sabda nabi SAW:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْااَبَدًامَا اِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَاكِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَرَسُوْلِهِ

“Telah aku tinggalkan untukmu dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah Al-Qura’an dan Sunnah Rasu-Nya.

                                                                                   

Ciputat, 1993

Drs. H. Djedjen Zainuddin

 

Berbagi:

Konsultasi agama, kontak: 0817732580/ 02198535360

AMALIYAH RAMADHAN

22. AMALIYAH RAMADHAN

Bulan Ramadhan adalah penghulu dari segala bulan, bulan yang penuh keberkahan, rahmat dan ampunan. Amalan- amalan yang harus ditegakkan dan diperbanyak pada bulan ini antara lain:

 Pertama,

Melaksanakan puasa Ramadhan dengan sebaik- baiknya sesuai dengan syari’at Islam. Berupaya untuk terus meningkatkan kualitas ibadah puasa, tidak hanya sekedar menahan makan, minum dan senggama bagi suami isteri, tapi hati dan jiwanya ikut berpuasa. Sehingga tujuan dari ibadah puasa dapat kita raih, yaitu  لعلكم تتقون (mudah- mudahan kita menjadi orang yang bertaqwa).

Kita melakukan introspeksi terhadap puasa yang kita lakukan pada tahun yang lalu, kemudian kita tingkatkan pada tahun ini. Kalau sekiranya nilai puasa kita pada tahun lalu 6, maka tahun ini jangan sampai tetap apalagi menurun, tapi tingkatkan minimal mendapatkan nilai 7. Lalu apa ukuran yang dapat dilakukan untuk menilai puasa kita ?

Imam Al- Ghazali membagi tiga tingkatan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan, yaitu:

    • Puasa awam. Ciri- ciri puasa awam antara lain:
    1. Tidak makan, tidak minum dan tidak bersenggama
    2. Sahur dan buka puasa tepat waktu dengan menu makanan yang banyak diusahakan dan bervariasi
    3. Siang hari sibuk mempersiapkan untuk buka puasa dan malam hari sibuk mempersiapkan makan sahur
    4.  Mengisi siang hari dengan jalan- jalan subuh, jalan- jalan sore, bermain, tidur, nonton, mancing dll
    5. Semakin hari semakin malas makan sahur
    6. Semakin akhir Ramadhan bukannya semakin memperbanyak ibadah tetapi semakin malas ibadah
    • Puasa Khusus. Ciri- ciri puasa khusus antara lain:
    1. Tidak makan, minum dan senggama
    2. Menjaga matanya dari pandangan ma’siyat
    3. Menjaga lidahnya dari ucapan yang tidak baik
    4. Menjaga telinganya dari mendengarkan ucapan buruk
    5. Mencegah anggota tubuhnya dari perbuatan ma’siyat
    6. Tidak berlebihan dalam sahur dan berbuka puasa
    7. Hatinya selalu diliputi rasa khauf (takut/ cemas) dan raja (harap)
    • Puasa Khususul khusus (Puasa istimewa). Ciri- ciri puasa ini adalah:
    1. Puasa lahir dan bathinnya
    2. Memanfaatkan seluruh waktu untuk beribadah kepada Allah SWT.

Setelah kita mengetahui tingkatan- tingkatan puasa tersebut, maka ada di manakah posisi kita, kemudian kita berupaya untuk meningkatkannya di tahun ini.

Kedua,

Memperbanyak membaca qur’an, karena membaca Al-Qur’an itu adalah ibadah meskipun kita tidak mengetahui maknanya. Syurga sangat merindukan empat kelompok manusia, yaitu orang yang membaca Al- Qur’an, orang yang memberi makan orang yang lapar/ miskin, orang yang mampu menjaga lisannya dari ucapan munkar dan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.

Orang mu’min yang rajin membaca Al- Qur’an bagaikan buah jeruk; Harum aromanya dan manis rasanya. Orang mu’min yang malas membaca Al- Qur’an bagaikan buah kurma; Manis rasanya tetapi tidak harum aromanya. Orang fasik yang rajim membaca Al- Qur’an bagaiman bunga mawar; harum baunya tetapi pahit rasanya. Orang fasik yang malas membaca Al- Qur’an bagaikan buah mengkudu; Pahit rasanya dan enek baunya.

Dalam suatu riwayat dikatakan, Imam Syafi’i ra pada bulan- bulan lain setiap tiga hari menamatkan Al-Qur’an, tetapi pada bulan Ramadhan setiap dua hari ia menamatkan Al-Qur’an.

Mari pada bulan Ramadhan kita memperbanyak membaca Al- Qur’an, paling tidak satu kali menamatkan Al- Qur’an

 Ketiga,

Memperbanyak shalat malam, termasuk shalat sunnah yang hanya ada pada bulan Ramadhan yaitu shalat Tarawih. Dalam sebuah haduts dijelaskan: (artinya): “Sesungguhnya Rasulullah SAW selalu menggemarkan para shahabatnya untuk qiyam Ramadhan tanpa mewajibkan yang demikian kepada mereka”

Shalat sunnah malam adalah seutama- utamanya shalat sunnah selain shalat sunnah rawatib. Jangan sampai malam- malam Ramadhan berlalu tanpa qiyamullail.

ومن اليل فتهجدبه نافلة لك عسى ان يبعثك ربك مقامامحمودا.  الاسراء: 79

“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah- mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”  (QS. Al- Isra: 79)

Rasulullah sangat menggemari shalat- shalat malam. Bahkan pada bulan Ramadhan Rasulullah selalu membangunkan keluarganya agar melakukan qiyamullail.

 Keempat,

Memperbanyak shadaqah kepada fakir miskin dan infaq atau jamuan kepada orang- orang yang berpuasa. Rasulullah SAW bersabda

مَنْ فَطَرَ صَائِمًافَلَهُ مِثْلُ اَجْرِهِ مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ اَجْرِالصَائِمِ شَيْءٌ. رواه احمد عن زيدابن خالد

 “Barang siapa yang memberikan makanan kepada orang lain untuk berbuka, niscaya dia memperoleh pahala seperti yang diperoleh oleh orang yang berpuasa itu tanpa dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad dari Zaid bin Khalid)

Bulan puasa adalah “syahrul jud”, yaitu bulan dimana harus banyak memberi, bershadaqah dan berihsan kepada sesama dan hususnya kepada fakir miskin.

 Kelima,

Memperbanyak i’tikaf di masjid/ mushalla, baik hanya sekedar i’tikaf saja maupun diiringi dengan ibadah- ibadah lain, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, tasbih,  muhasabah dll. Bahkan Rasulullah SAW terus menerus melakuakan I’tikaf apabila memasuki hari ke 21 Ramadhan sampai datang Iedul Fitri.

كَانَ النَّبِيُّ صلعم يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْاَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تعالى. رواه البخارى ومسلم

“Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh akhir daripara bulan Ramadhan, sampai beliau diwafatkan oleh Allah Ta’ala.”

Nabi SAW mulai I’tikaf sesudah shalat Subuh. Dalam pendapat lain dikatakan: “Nabi mulai I’tikaf sebelum terbenam matahari pada 10 akhir Ramadhan sampai datang Iedul Fitri.

 Keenam,

Memperbanyak istighfar (minta ampun kepada Allah SWT atas segala dosa kita). Semakin akhir Ramadhan, Rasulullah SAW semakin banyak ibadah dan istighfar. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Rasulullah istighfar 70 X sehari, dalam riwayat lain 100 kali, padahal Beliau sudah diampuni dosanya dan dijamin masuk syurga. Bagaimana dengan kita ?

Kalimat istighfar pada bulan Ramadhan antara lain:

اَللَهُمَ اِنَكَ عَفْوٌكَرِيْمٌ تُحِبُ الْعَفْوَفَاعْفُ عَنَا

“Ya Allah sesungguhnya Engkau maha Pengampun, Engkau senang akan ampunan, maka ampunilah kami”

 Ketujuh,

Memperbanyak do’a semoga Allah SWT memberikan kekuatan, kelapangan dan kesempatan untuk dapat mengerjakan ibadah puasa. Mudah- mudahan Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga dapat menunaikan ibadah puasa dengan hati yang jujur dan penuh keikhlasan, terjauh dari riya, dan dari segala bentuk penyakit hati yang dapat menghilangkan nilai pahala puasa. Juga kita berdo’a semoga Allah memberikan kehidupan yang baik, keberkahan, kebahagiann dan keselamatan di dunia maupun di akhirat kelak.

Bulan Ramadah adalah sayyidusysyuhur, penghulu segala macam bulan dengan segala nilai dan berbagai keistimewaan yang terkandung di dalamnya. Maka pantaslah kalau ia kita tempatkan seperti tamu agung yang akan datang di tengah- tengah kita itu kita sambut dengan sambutan yang sangat meriah dan bagus. Jangan sampai bulan Ramadhan yang datang itu berlalu begitu saja tanpa memberi makna bagi kehidupan kita. Kesempatan emas itu kita manfaatkan/gunakan dengan sebaik- baiknya, untuk meningkatkan derajat dan martabat kita, karena tahun yang akan datang belum tentu kita akan memperoleh kesempatan yang sama.

Rasulullah SAW bersabda:

لَوْ تَعْلَمُ اُمَّتِيْ مَافِىْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّوْااَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُلُّهَارَمَضَانُ

“Seandainya ummatku tahu nilai yang terkandung di dalam bulan Ramadhan, pasti mereka akan meminta (kepada kepada Allah) agar sepanjang tahun dijadikan bulan Ramadhan.”


Drs. H. Djedjen Zainuddin

HIDAYAH ALLAH

20. HIDAYAH ALLAH

 Kita selalu berusaha untuk mendapatkan hidayah (petunjuk) dari Allah SWT, karena hidayah tersebut yang akan memberikan bimbingan atau petunjuk ke jalan yang benar, yang diridhai-Nya. Jika hidup tanpa hidayah-Nya, maka akan celaka dan terjerumus ke jurang kebinasaan. Hidayah yang kita butuhkan tidak hanya satu kali saja, tetapi seumur hidup hingga akhir hayat nanti.

 Paling tidak setiap membaca Suratul Fatihah, di dalamnya ada salah satu ayat yang berisikan permohonan agar diberikan petunjuk ke jalan yang lurus:

اهدناالصراط المستقيم

Artinya:

“Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus.” (QS. Al- Fathihah: 6)

 Ada beberapa tingkatan hidayah yang diberikan Allah kepada manusia:

 Pertama, hidayah insting, naluri (gharizah).

Sejak lahir, manusia sudah diberikan hidayah yang satu ini. Misalnya pada saat bayi lapar atau sakit ia menangis. Naluri ini pun terus berkembang seiring dengan perkembangan tubuh manusia, seperti munculnya naluri untuk mempertahankan diri, naluri memperoleh kemajuan, naluri seksual dan lain- lain.

 Manusia dan binatang sama- sama diberikan hidayah naluri. Perbedaannya adalah bahwa binatang itu seluruh hidupnya dikendalikan oleh nalurinya, sehingga dalam hal- hal tertentu atau pada jenis binatang tertentu nalurinya jauh lebih baik daripada manusia. Seperti anjing pelacak, sistem kehidupan pada masyarakat rayap, lebah dan lain- lain, semuanya karena ketajaman nalurinya.

 Kedua, hidayah indera

Kita mengenal adanya panca indera, yaitu indera penglihatan, pendengaran, pengecap, penciuman dan perasa/ peraba. Dengan bekal indera yang dimilikinya, manusia mampu melakukan berbagai aktifitas yang diinginkannya. Sejak lahir manusia sudah diberikan inera oleh Allah SWT, tetapi pada saat itu sebagian dari inderanya belum berfungsi, seperti penglihatan, pendengaran dan penciuman. Allah SWT berfirman.

والله اخرجكم من بطون امهاتكم لاتعلمون شيأوجعل لكم السمع والابصاروالافئدةلعلكم تشكرون

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, lalu Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An- Nahl: 78)

 Selain manusia, binatangpun diberikan indera oleh Allah SWT. Bahkan pada jenis binatang tertentu, inderanya jauh lebih bagus daripada manusia. Banyak jenis binatang yang begitu lahir inderanya sudah berfungsi; Bisa melihat, mendengar, dan mencium, seperti ayam, itik, kambing, kerbau dan lain- lain. Bahkan banyak pula jenis binatang yang begitu lahir/ menetas sudah mampu hidup mencari makanan sendiri tanpa bantuan induknya, seperti ular, buaya, komodo, ulat dan lain- lain. Tak pernah ada dalam sejarah umat manusia, begitu lahir sudah mampu mencari makanan sendiri. Semuanya lahir dalam keadaan lemah dan sangat lemah, tak tahu apa- apa. Maka indera dan naluri manusia kalah oleh binatang.

 Ketiga, hidayah aqliyah.

Manusia sebagai makhluk yang lemah dari segi fisiknya oleh Allah SWT diberikan hidayah yang tidak diberikan kepada binatang, yaitu hidayah aqliyah (hidayah akal). Sehingga karena akalnya manusia dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna dan dimuliakan oleh Allah SWT. Allah SWT

ولقدكرمنابنى ادم وحملنهم فى البروالبحرورزقنهم من الطيبت وفضلنهم على كثيرممن خلقناتفضيلا.

Artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak- anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik- baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al- Isra: 70)

 Akal bisa meneropong dan menembus sesuatu yang ada di balik yang nyata. Kedudukannya lebih tinggi dari pada indera. Bila mata melihat gunung dari jarak yang sangat jauh, maka akan terlihat gunung itu berwarna biru. Bila ditanyakan kepada akal ia akan menjawab tidak, melainkan warnanya hijau. Yang benar tentu saja akal. Bila mata melihat rel kereta api yang panjang, jauh dan lurus, maka rel itu seperti menyatu dalam sebuah titik. Sehingga kalau kita menggambar rel kereta api, diawali dengan sebuah titik yang kemudian ditarik ke depan. Bila ditanyakan kepada akal, apakah benar rel itu menyatu dalam sebuah titik ? Akal akan menjawab: tidak. Yang benar adalah akal. Ini hanya contoh kecil bahwa kedudukan akal lebih tinggi daripada indera.

 Dengan akal pula manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dapat mempertimbangkan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Sehingga karena akalnya manusia membuat aturan/ norma dalam kehidupannya, baik kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat, agar kehidupannya teratur.

 Akal inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Karenanya jika manusia menggunakan akalnya dengan baik, ia akan menjadi makhluk Allah yang mulia, lebih tinggi kemuliaannya daripada malaikat. Sebaliknya jika ia tidak mampu mempungsikan akalnya dengan benar, apalagi merusak akalnya dengan mengkonsumsi makanan atau minuman yang merusak akal, ia akan dijatuhkan menjadi makhluk yang hina dina, lebih rendah derajatnya dari pada binatang.

 Akan tetapi, akal yang mempunyai kemampuan melihat sesuatu di balik yang nyata, ternyata ia mempunyai keterbatasan kemampuannya. Jika sudah masuk ke dalam dimensi yang ghaib, akal angkat tangan. Seperti ke mana selanjutnya roh manusia yang sudah meninggal ? Jika sudah meninggal kelanjutan nasib roh manusia bagaimana ? Apa itu syurga dan neraka ? Akal tak sanggup menjawabnya, kecuali hanya kira- kira atau kemungkinan saja. Maka Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim pada hamba-Nya, terutama pada manusia, Ia memberikan hidayah yang paling tinggi yaitu hidayah diniyah.

 Keempat, Hidayah Diniyah (hidayah agama)

Hidayah agama adalah hidayah yang paling tinggi yang hanya diberikan kepada manusia. Hidayah agama akan memberikan bimbingan dan petunjuk kepada manusia agar selamat dan bahagia baik di dunia maupun kehidupan setelah meninggal dunia. Dengan agama manusia akan dituntunnya ke jalan yang benar yang diridhai-Nya.

 Semua hidayah adalah pemberian dari Allah. Tidak ada manusia manapun yang dapat memberikan petunjuk, meskipun ia seorang Rasul Allah. Manusia hanya dapat bertindak sebagai perantara dan memberikan jalan untuk menyempaikan petunjuk dari Allah SWT. Misalnya: Nabi Nuh tidak bisa memberikan petunjuk kepada putranya, Kan’an. Nabi Luth tidak bisa membimbing isterinya ke jalan Allah. Nabi Muhammad SAW tidak bisa meng-Islam-kan pamannya Abu Thalib, meskipun selalu bersamanya selama lebih kurang 35 tahun, dan pamannya itu mati dalam keadaan kafir. Allah SWT berfirman.

انك لاتهدي من احببت ولكن الله يهدي من يشاء وهواعلم بالمهتدين

Artinya:

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang- orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al- Qashash: 56)

 

Maka hidayah itu adalah hak prerogatif Allah SWT yang akan diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Kita manusia hanya sebatas berusaha dan terus berdo’a agar Allah SWT selalu membimbing ke jalan yang diridhai-Nya. Hal ini diisyaratkan di dalam Al- Qur’an Surat Al- Fatihah:

اهدناالصراط المستقيم. صراط الذين انعمت عليهم غيرالمغضوب عليهم ولاالضالين.

Artinya:

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang- orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al- Fatihah: 6-7)

 Ciputat, 1993

Drs. H. Djedjen Zainuddin/ 0817732580

MEMANFAATKAN SISA UMUR

17

Menyongsong Pergantian Tahun;

MEMANFAATKAN SISA UMUR

 

Saat ini kita berada di penghujung tahun…., dan akan memasuki babak baru di tahun ….. Setiap pergantian tahun selamanya menjadi tumpuan harapan, semoga akan mendatangkan sesuatu yang lebih baik. Semua itu merupakan momentum penyimpan motivasi untuk membentuk optimisme. Dengannya tergugahlah kesadaran kita untuk melakukan introspeksi dan renovasi, mempersiapkan lahir dan batin dalam mewujudkan amal perbuatan nyata yang lebih baik dan bermanfaat. Berusaha keras untuk memperbaiki diri, melempangkan yang bengkok dan terus mengkaji sejauh mana manifestasi iman yang terpatri di dalam dada.

 Seperti yang telah menjadi tradisi, bahkan keharusan di dalam perusahaan atau badan usaha, setiap akhir tahun selalu membuat neraca yang memperhitungkan debet dan kreditnya, untung dan ruginya. Setelah itu melangkah ke depan sambil mengoreksi kelemahan dan kesalahan  yang pernah dilakukan, serta berupaya memperbaikinya agar di tahun- tahun mendatang tidak lagi melakukan kesalahan tetapi justeru sebaliknya, sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih baik. Kalau tidak melakukan upaya ini, jangan harap perusahaan akan terus eksis dan berkembang di tengah- tengah persaingan yang semakin keras. Mungkin untuk tetap bertahan saja sangatlah sulit.

 Allah SWT berfirman:

Wahai orang- orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha Mengetahuia apa yang kamu kerjakan. (QS. Al- Hasyr: 18)

 

Mari kita bertanya pada diri kita: Sudahkah kita menghitung- hitung amal kita ? Sampai sejauh manakah prestasi amal kebaikan, untuk kemudian ditingkatkan. Dan dosa- dosa serta kesalahan- kesalahan apakah yang pernah kita lakukan untuk kita perbaiki ? Jika kita jujur, jawabannya pasti ada dalam diri kita masing- masing.

 Rasulullah SAW mengingatkan kita: “Jika hari ini lebih baik dari hari kemarin berarti beruntung, jika hari ini sama dengan hari kemarin berarti merugi dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti dzalim/ celaka” Maka alangkah baiknya jika kita selalu melakukan introspeksi/ muhasabah, agar amal kita dari hari ke hari semakin membaik dan tidak sebaliknya. Umar bin Khattab berkata:

حَاسِبُوْااَنْفُسَكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسَبُوْا

“Hitunglah (amal) dirimu sebelum dihitung (di akhirat nanti)”

 Kita sering menghitung untung rugi kalau kita berusaha, berniaga, berserikat dan lain- lain. Tetapi kita sering atau mungkin selalu lupa menghitung amal kita, padahal kita ini banyak berbuat salah dan dosa, banyak melakukan ma’siyat dan munkarat. Yang sering kita ingat hanyalah kebaikan dan jasa- jasa kita, tapi kita selalu berusaha melupakan dosa- dosa kita. Untuk mengingat- ingat  saja tidak pernah, maka bagaimana mungkin kita akan menangisi dan menyesali dosa ? Kita ini termasuk manusia yang lalai, tidak mampu memanfaatkan waktu untuk beramal kebajikan. Kita ini terlena hanya karena disibukkan oleh urusan- urusan duniawi, sampai kita tidak sadar telah tertipu olehnya. Yakinlah bahwa akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada dunia.

“Tetapi kamu (orang- orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’la: 16- 17)

 Kita hendaknya melakukan muhasabah/ introspeksi dalam 4 hal:

  1. Hablumminallah (hubungan dengan Allah). Sudahkah kita menunaikan tugas/ kewajiban kita kepada Allah ? Kita sadar bahwa sebenarnya diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi kepada-Nya. “Wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”
  2. Hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia). Manusia yang bagus hubungannya dengan Allah, tapi buruk dengan sesama manusia, maka ia akan menjadi manusia yang bangkrut dan celaka di dunia maupun di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:

Mereka ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada kepada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia. (QS. Ali Imran: 112)

  1. Hablumminannafs (dengan diri kita sendiri). Yaitu melakukan introspeksi tentang perilaku dan sifat yang berkembang dalam diri kita.
  2. Hablumminal ‘alam (hubungan kita dengan ‘alam). Manusia hidup di alam dengan alam dan dari alam, namun manusia sering kejam dan berbuat dzalim terhadap alam. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah fil ardh, ternyata telah berubah menjadi makhluk perusa knomor satu di muka bumi ini. Mari perbaiki hubungan kita dengan alam. Allah SWt berfirman:

 Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakan: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang- orang yang dahulu, kebanyakan dari mereka itu adalah orang- orang yang mempersekutukan (Allah). QS. Ar- Rum: 41- 42

 Jadikanlah dunia ini sebagai ladang tempat beramal. Dunia sebagai tempat menanam dan akhirat tempat mengetam. Rasulullah SAW bersabda.

كُنْ فِى الدُّنْيَاكَاَنَّكَ غَرِيْبٌ اَوْعَابِرُسَبِيْلٍ.  رواه البخارى عن ابن عمر

Artinya:

“Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang merantau” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar)

 Orang yang sedang merantau itu sedang mencari bekal untuk dibawa pulang kampung. Di perantauan bekerja keras agar mendapatkan bekal yang banyak ke kampung asalnya. Demikian pula kita hidup di dunia ini sedang merantau untuk sementara, dan akan pulang ke negeri yang kekal yaitu negeri akhirat. Sehingga hidup kita di dunia ini harus diorientasikan ke negeri akhirat.

Hidup ini sebenarnya hanya sedang menunggu giliran saja, suatu saat kita akan ditarik dari peredaran dunia ini, akan pulang kampung ke negeri yang kekal. Semua yang kita cintai dan mencintai kita akan kita tinggalkan, atau ia yang lebih dulu meninggalkan kita; Rumah yang mewah, harta yang banyak, kendaraan yang bagus, semuanya tidak ada yang kita bawa, kecuali amal kita untuk dihitung dan dipertanggung jawabkan di Mahkamah Robbaniyah. Rasulullah SAW bersabda.

تَتْبَعُ الْمَيِّةَثَلاَثٌ اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ اِثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ. يَرْجِعُ اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.  رواه البخارى ومسلم

“Tiga perkara yang mengikuti mayat; Keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua akan kembali dan yang satu akan mengikutinya. Keluarganya dan hartanya akan kembali dan yang tetap mengikutinya adalah amalnya.” (HR. Bukhari Muslim)

 Kita sering menyaksikan jenazah yang sedang diusung, diiringi oleh sanak familinya menuju pemakaman. Atau diangkut dengan kendaraan, yang diiringi oleh kendaraan- kendaraan miliknya, semuanya mengiringi tuannya menuju tempat peristirahatan yang terahir. Namun setelah sang jenazah dukuburkan, tidak ada satupun sanak familinya yang ikut, tidak ada sedikitpun harta miliknya yang menemaninya. Semuanya akan kembali ke tempatnya masing- masing, hanyalah amal perbuatannya selama ia hidup, yang akan menemaninya dengan setia

 Allah SWT tidak akan bertanya berapa lama usia kita selama di dunia, tapi yang akan ditanyakan adalah apa yang telah kamu kerjakan selama di dunia. Rasulullah SAW bersabda.

خَيْرُالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَعَمَلُهُ. رواه احمدوالترمذىوالحاكم

Artinya:

“Sebaik- baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya dan seburuk- buruk manusia adalah orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Hakim)

 Karena kita akan pulang kampung kembali ke hadirat-Nya, maka bekal apa yang harus kita persiapkan ? Allah SWT berfirman.

Artinya:

“Berbekallah, sesungguhnya sebaik- baik bekal adalah taqwa. Bertaqwalah kepada- Ku wahai orang- orang yang menggunakan fikiran.” (QS. Al- Baqarah: 197)

 Taqwa adalah titik puncak pengabdian seorang makhluk kepada Khaliknya. Taqwa adalah pengabdian dan penyerahan diri secara total kepada Allah SWT, penyerahan diri lahir batin yang dimanifestasikan dalam bentuk menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Di dalam taqwa terkumpul segala sifat dan sikap terbaik manusia; Ada takut, harap, cinta, sabar, khudhu, tawadhu dan lain- lain. Jadi bekal kita yang terbaik setelah mati untuk dibawa ke negeri akhirat adalah taqwa.

 Marilah kita manfaatkan sisa umur yang Allah berikan untuk mencari bekal yang terbaik. Usia  boleh digerogoti masa, tapi prestasi ‘amal dan  ibadah harus terus ditingkatkan. Adalah termasuk golongan manusia yang merugi apabila tidak mampu memanfaatkan umur yang diberikan Allah kepada kita.

 

Ciputat, 1992

Drs. H. Djedjen Zainuddin

0817732580

KURSUS DA’WAH DAN RETORIKA

Ikutilah…

KURSUS DA’WAH DAN RETORIKA

 

Anda yang berminat serius meningkatkan kompetensinya di bidang da’wah/ ceramah, ikuti

KURSUS DA’WAH DAN RETORIKA ONLINE

Kirimkan  alamat email Anda ke 0817732580.

Insya allah secara bertahap akan dikirimkan materi teknik da’wah & berceramah.

 

Free

 

Materi kursus meliputi:

Latihan anggota badan

Keterampilan- keterampilan dalam persiapan da’wah.

Keterampilan- keterampilan dalam menyampaikan pesan da’wah

Metode da’wah bil- hikmah.

Membuat variasi- variasi perangsang (stimulus) dalam da’wah.

Sikap dan etika dalam ceramah.

Akhlaq juru da’wah/ muballigh

Ciri- ciri ceramah yang baik

Materi ilmu da’wah

Dll

HIDAYAH ALLAH

20. HIDAYAH ALLAH

 Kita selalu berusaha untuk mendapatkan hidayah (petunjuk) dari Allah SWT, karena hidayah tersebut yang akan memberikan bimbingan atau petunjuk ke jalan yang benar, yang diridhai-Nya. Jika hidup tanpa hidayah-Nya, maka akan celaka dan terjerumus ke jurang kebinasaan. Hidayah yang kita butuhkan tidak hanya satu kali saja, tetapi seumur hidup hingga akhir hayat nanti.

 Paling tidak setiap membaca Suratul Fatihah, di dalamnya ada salah satu ayat yang berisikan permohonan agar diberikan petunjuk ke jalan yang lurus:

اهدناالصراط المستقيم

“Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus.” (QS. Al- Fathihah: 6)

 Ada beberapa tingkatan hidayah yang diberikan Allah kepada manusia:

 Pertama, hidayah insting, naluri (gharizah).

Sejak lahir, manusia sudah diberikan hidayah yang satu ini. Misalnya pada saat bayi lapar atau sakit ia menangis. Naluri ini pun terus berkembang seiring dengan perkembangan tubuh manusia, seperti munculnya naluri untuk mempertahankan diri, naluri memperoleh kemajuan, naluri seksual dan lain- lain.

 Manusia dan binatang sama- sama diberikan hidayah naluri. Perbedaannya adalah bahwa binatang itu seluruh hidupnya dikendalikan oleh nalurinya, sehingga dalam hal- hal tertentu atau pada jenis binatang tertentu nalurinya jauh lebih baik daripada manusia. Seperti anjing pelacak, sistem kehidupan pada masyarakat rayap, lebah dan lain- lain, semuanya karena ketajaman nalurinya.

 Kedua, hidayah indera

Kita mengenal adanya panca indera, yaitu indera penglihatan, pendengaran, pengecap, penciuman dan perasa/ peraba. Dengan bekal indera yang dimilikinya, manusia mampu melakukan berbagai aktifitas yang diinginkannya. Sejak lahir manusia sudah diberikan inera oleh Allah SWT, tetapi pada saat itu sebagian dari inderanya belum berfungsi, seperti penglihatan, pendengaran dan penciuman. Allah SWT berfirman.

والله اخرجكم من بطون امهاتكم لاتعلمون شيأوجعل لكم السمع والابصاروالافئدةلعلكم تشكرون

 

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, lalu Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An- Nahl: 78)

 Selain manusia, binatangpun diberikan indera oleh Allah SWT. Bahkan pada jenis binatang tertentu, inderanya jauh lebih bagus daripada manusia. Banyak jenis binatang yang begitu lahir inderanya sudah berfungsi; Bisa melihat, mendengar, dan mencium, seperti ayam, itik, kambing, kerbau dan lain- lain. Bahkan banyak pula jenis binatang yang begitu lahir/ menetas sudah mampu hidup mencari makanan sendiri tanpa bantuan induknya, seperti ular, buaya, komodo, ulat dan lain- lain. Tak pernah ada dalam sejarah umat manusia, begitu lahir sudah mampu mencari makanan sendiri. Semuanya lahir dalam keadaan lemah dan sangat lemah, tak tahu apa- apa. Maka indera dan naluri manusia kalah oleh binatang.

 Ketiga, hidayah aqliyah.

Manusia sebagai makhluk yang lemah dari segi fisiknya oleh Allah SWT diberikan hidayah yang tidak diberikan kepada binatang, yaitu hidayah aqliyah (hidayah akal). Sehingga karena akalnya manusia dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna dan dimuliakan oleh Allah SWT. Allah SWT

ولقدكرمنابنى ادم وحملنهم فى البروالبحرورزقنهم من الطيبت وفضلنهم على كثيرممن خلقناتفضيلا.

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak- anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik- baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al- Isra: 70)

 Akal bisa meneropong dan menembus sesuatu yang ada di balik yang nyata. Kedudukannya lebih tinggi dari pada indera. Bila mata melihat gunung dari jarak yang sangat jauh, maka akan terlihat gunung itu berwarna biru. Bila ditanyakan kepada akal ia akan menjawab tidak, melainkan warnanya hijau. Yang benar tentu saja akal. Bila mata melihat rel kereta api yang panjang, jauh dan lurus, maka rel itu seperti menyatu dalam sebuah titik. Sehingga kalau kita menggambar rel kereta api, diawali dengan sebuah titik yang kemudian ditarik ke depan. Bila ditanyakan kepada akal, apakah benar rel itu menyatu dalam sebuah titik ? Akal akan menjawab: tidak. Yang benar adalah akal. Ini hanya contoh kecil bahwa kedudukan akal lebih tinggi daripada indera.

 Dengan akal pula manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dapat mempertimbangkan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Sehingga karena akalnya manusia membuat aturan/ norma dalam kehidupannya, baik kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat, agar kehidupannya teratur.

 Akal inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Karenanya jika manusia menggunakan akalnya dengan baik, ia akan menjadi makhluk Allah yang mulia, lebih tinggi kemuliaannya daripada malaikat. Sebaliknya jika ia tidak mampu mempungsikan akalnya dengan benar, apalagi merusak akalnya dengan mengkonsumsi makanan atau minuman yang merusak akal, ia akan dijatuhkan menjadi makhluk yang hina dina, lebih rendah derajatnya dari pada binatang.

 Akan tetapi, akal yang mempunyai kemampuan melihat sesuatu di balik yang nyata, ternyata ia mempunyai keterbatasan kemampuannya. Jika sudah masuk ke dalam dimensi yang ghaib, akal angkat tangan. Seperti ke mana selanjutnya roh manusia yang sudah meninggal ? Jika sudah meninggal kelanjutan nasib roh manusia bagaimana ? Apa itu syurga dan neraka ? Akal tak sanggup menjawabnya, kecuali hanya kira- kira atau kemungkinan saja. Maka Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim pada hamba-Nya, terutama pada manusia, Ia memberikan hidayah yang paling tinggi yaitu hidayah diniyah.

 Keempat, Hidayah Diniyah (hidayah agama)

Hidayah agama adalah hidayah yang paling tinggi yang hanya diberikan kepada manusia. Hidayah agama akan memberikan bimbingan dan petunjuk kepada manusia agar selamat dan bahagia baik di dunia maupun kehidupan setelah meninggal dunia. Dengan agama manusia akan dituntunnya ke jalan yang benar yang diridhai-Nya.

 Semua hidayah adalah pemberian dari Allah. Tidak ada manusia manapun yang dapat memberikan petunjuk, meskipun ia seorang Rasul Allah. Manusia hanya dapat bertindak sebagai perantara dan memberikan jalan untuk menyempaikan petunjuk dari Allah SWT. Misalnya: Nabi Nuh tidak bisa memberikan petunjuk kepada putranya, Kan’an. Nabi Luth tidak bisa membimbing isterinya ke jalan Allah. Nabi Muhammad SAW tidak bisa meng-Islam-kan pamannya Abu Thalib, meskipun selalu bersamanya selama lebih kurang 35 tahun, dan pamannya itu mati dalam keadaan kafir. Allah SWT berfirman.

انك لاتهدي من احببت ولكن الله يهدي من يشاء وهواعلم بالمهتدين

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang- orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al- Qashash: 56)

 Maka hidayah itu adalah hak prerogatif Allah SWT yang akan diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Kita manusia hanya sebatas berusaha dan terus berdo’a agar Allah SWT selalu membimbing ke jalan yang diridhai-Nya. Hal ini diisyaratkan di dalam Al- Qur’an Surat Al- Fatihah:

اهدناالصراط المستقيم. صراط الذين انعمت عليهم غيرالمغضوب عليهم ولاالضالين.

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang- orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al- Fatihah: 6-7)

 

Ciputat, 1993

Drs. H. Djedjen Zainuddin/ 0817732580

PUASA MELATIH SABAR

18. PUASA LATIHAN SABAR

 Pada hari ini kita memasuki hari ke …. daripada bulan Ramadhan tahun ….Setiap perintah Allah kepada hamba-Nya pasti mengandung hikmah dan manfaat di dalamnya. Allah tidak akan membebani hamba-Nya dengan beban yang tidak mungkin sanggup dipikul oleh hamba-Nya itu. Termasuk di dalamnya perintah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.

لايكلف الله نفساالاوسعها.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al- Baqarah: 286)

 

Diantara hikmah yang dapat diperoleh daripada puasa adalah melatih dan menimbulkan kesabaran bagi yang mengerjakannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah ra Rasulullah SAW bersabda.

اَلصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ

“Puasa itu adalah separuh sabar”

 Puasa adalah salah satu media untuk melatih dan membiasakan sabar. Jika puasa dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan agama, maka ia akan melahirkan manusia- manusia yang sabar. Yaitu manusia yang mampu menghadapi setiap permasalahan dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan agama. Maka orang- orang yang telah terbiasa dengan berpuasa, akan menampakkan kesabaran dalam sikap, gerak dan langkah kehidupannya sehari- hari.

 Imam Al- Ghazali menegaskan, sabar itu harus dimanifestasikan dalam tiga kondisi, yaitu:

 Pertama, sabar dalam menaati perintah Allah SWT

 Tanpa sifat sabar kita tidak akan menaati perintah Allah SWT. Sebab dalam ibadah dan ketaatan kepada-Nya perlu bekal sabar. Ibadah itu secara lahiriyah banyak yang sukar dan berat untuk dilaksanakan. Seperti melaksanakan shalat perlu kesabaran, karena shalat itu berat (innaha lakabiratun illa ‘alal khasyi’in) kecuali orang- orang yang khusyu. Apalagi untuk melaksanakan shalat Shubuh, pada saat kita sedang terlelap tidur dengan mimpi- mimpi indahnya, kita harus segera bangun, berwudlu dan menunaikan ibadah shalat. Demikian pula ibadah haji; Perjalannya jauh, ongkosnya mahal dan di sana udaranya panas, berdesakan, berebutan tempat, bahkan mungkin nyawa sebagai taruhannya. Tidak sedikit orang yang sedang menunaikan ibadah haji wafat. Kalau tidak punya modal sabar, kita tidak akan dapat melaksanakannya dengan baik.

 Kedua, sabar dalam menjauhi larangan Allah SWT.

 Sabar dalam mengekang hawa nafsu, angkara murka dan nafsu syaithoniyah. Aspek sabar yang ke dua ini sangat berat. Banyak orang yang celaka bukan karena tidak mampu melaksanakan perintah Allah, tetapi karena tidak mampu menahan diri dari larangan Allah.

 Kita saksikan di mana- mana banyak manusia yang berbuat kebaikan, tapi ternyata manusia yang berbuat keburukan jauh lebih banyak. Sehingga langkah ma’siyat dan sayyiat jauh lebih cepat dibandingkan dengan langkah al-khairat. Langkah ma’siyat bagaikan kuda pacu berlari, sedangkan langkah Ilahiyat lambat  bagaikan keong berlari.

 Menahan nafsu itu memang sangat berat. Karena nafsu keburukan itu selalu meronta- ronta. Orangnya sedang diam, tapi mungkin nafsunya terus meronta- ronta ke mana- mana. Bahkan mungkin sedang tidur, tetapi nafsunya berkeliaran ke mana- mana. Musuh yang banyak dapat langsung ditumpas dalam waktu sekejap, tetapi nafsu yang ada dalam diri kita tidak demikian. Detik ini nafsu bisa dikalahkan, tetapi detik berikutnya muncul kembali. Hari ini kita bisa mengendalikan nafsu, esok lusa nafsu  muncul dan menyeret kita kepada keburukan. Perjuangan ini akan terus berlangsung tanpa henti, seumur hidup kita. Seperti yang pernah diucapkan Nabi Yusuf di dalam Al- Qur’an.

 Allah SWT berfirman:

وماابرئ نفسي ان النفس لأمارةبالسوء الامارحم زبي ان ربي غفوررحيم

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

 Ketiga, Sabar dalam menerima bala, ujian atau penderitaan dari Allah.

 Allah senantiasa memberikan cobaan kepada kita, seperti sakit, kematian, kekurangan harta, kesukaran hidup, kecelakaan, ejekan atau hinaan orang  dan lain- lain. Ujian- ujian tersebut ditujukan kepada manusia agar memeroleh kekuatan dan keteguhan iman, untuk kemudian meningkatkan derajatnya bagi yang mampu melewati rintangan dengan baik. Dalam ibadah pun demikian, semakin banyak rintangan untuk mengerjakannya, semakin besar pula nilai pahalanya di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda.

اِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِمَعَ عِظَمَ الْبَلاَءِوَاَنَّ اللهَ تَعَالَى اِذَااَحَبَّ قَوْمًااِبْتَلاَهُمْ, فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطَ. رواه الترمذى

 

 “Bahwasanya besarnya pahala itu tergantung kepada besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum, maka kaum itu diujinya terlebih dahulu. Maka barang siapa yang rela (sabar) menerima ujian itu ia mendapat keridhaan Allah, dan barang siapa benci (tidak rela), ia mendapat murka dari Allah.” (HR. Turmudzi)

 Orang yang sedang berpuasa di suatu tempat dimana seluruh masyarakatnya melakukan ibadah yang sama, nilainya sangat berbeda dengan orang yang berpuasa di tempat yang berbeda dengan anggota masyarakatnya banyak yang tidak berpuasa. Seperti puasanya orang yang berada di kota besar, di siang hari ia melihat orang yang sedang makan, minum es cendol, merokok dan lain- lain, sungguh sangat menggiurkan selera. Jika dilihat dari ujiannya sangat besar nilai pahalanya di sisi Allah jika dibandingkan dengan puasanya orang yang tidak mendapatkan ujian seperti itu.

 Allah SWT menguji kesabaran kita dengan penderitaan. Ada orang yang lulus dengan ujian itu, namun tidak sedikit orang yang mengutuk nasibnya, menyalahkan keadaan, menyalahkan Allah, dan menganggap Allah SWT tidak adil kepadanya. Ia tidak sabar ketika ditimpa penyakit, tidak tabah pada saat mendapatkan penderitaan. Akhirnya banyak pula yang mengambil jalan pintas: Bunuh diri. Cara yang sangat tidak terpuji dan termasuk dosa besar yang tak terampuni.

 Tiga macam ujian kesabaran tersebut ada dalam ibadah puasa. 

 Pertama, sabar dalam taat. Karena puasa itu adalah bentuk ketaatan yang membutuhkan kesabaran. Di pagi hari kita makan sahur, padahal pada hari- hari biasa waktu tersebut masih digunakan untuk tidur. Di siang hari menahan diri dari yang membatalkan ibadah puasa dan dari yang menghapuskan nilai pahala puasa. Tidak boleh makan, minum dan bersenggama suami isteri di siang hari, padahal pada hari- hari biasa larangan itu tidak ada. Ini semua memerlukan kesabaran.

 Kedua, sabar dalam menahan ma’siyat. Kita dilatih dengan puasa untuk tidak melakukan perbuatan- perbuatan yang dilarang oleh agama, sebab jika itu dilakukan maka selain berdosa, mungkin dapat membatalkan ibadah puasa. Latihan seperti itu ditunjukkan oleh ibadah puasa selama lebih kurang empat belas jam. Pada saat berpuasa, bukan saja tidak boleh makan dan minum, tetapi juga dari perbuatan- perbuatan yang tercela. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW.

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْاَكْلِ وَالشُّرْبِ اِنَّمَالصِّيَامُ مِنَ الَّلغْوِوَالَّرَفَثِ. رواه ابن خزيمة عن ابىهريرة عن ابن عمر

“Bukanlah puasa itu dari makan dan minum saja, sesungguhnya puasa itu dari perkataan kotor dan caci maki.” (HR. Ibnu Khuzaimah dari Abi hurairah dari Ibnu “Umar)

 Ketiga, sabar dalam menerima penderitaan. Inipun ada di dalam ibadah puasa. Puasa itu berat; Lapar dan dahaga di siang hari. Tenaga menjadi lemah, semangat pun menjadi berkurang, berat badanpun menjadi menurun. Ini semua adalah latihan. Tanpa latihan seperti ini, iman kita tidak akan tangguh dalam menghadapi problematika hidup yang semakin membesar dan tantangan zaman yang semakin keras. Hanya orang –orang yang biasa hidup dengan puasa akan terus eksis di tengah gelombang hidup yang sekeras apapun.

 Lengkaplah kiranya bahwa ibadah puasa itu dapat melatih kesabaran bagi orang- orang yang melaksanakannya. Allah SWT menjanjikan balasan bagi orang- orang yang sabar.

انمايوفى الصابرون اجرهم بغيرحساب

“Bahwasanya orang- orang yang sabar (disempurnakan) pahalanya tanpa batas.” (QS. Az- Zumar: 10)

Mari kita berupaya untuk meningkatkan kualitas ibadah puasa pada tahun ini, agar memperoleh hikmah dan pelajaran yang baik serta  berguna bagi kehidupan kita. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan bathin kepada kita untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajiban kita, amin.

 

Ciputat, 1993

Drs. H. Djedjen Zainuddin/ 0817732580

MEMANFAATKAN SISA UMUR

17.

Menyongsong Pergantian Tahun;

MEMANFAATKAN SISA UMUR

 Saat ini kita berada di penghujung tahun…., dan akan memasuki babak baru di tahun ….. Setiap pergantian tahun selamanya menjadi tumpuan harapan, semoga akan mendatangkan sesuatu yang lebih baik. Semua itu merupakan momentum penyimpan motivasi untuk membentuk optimisme. Dengannya tergugahlah kesadaran kita untuk melakukan introspeksi dan renovasi, mempersiapkan lahir dan batin dalam mewujudkan amal perbuatan nyata yang lebih baik dan bermanfaat. Berusaha keras untuk memperbaiki diri, melempangkan yang bengkok dan terus mengkaji sejauh mana manifestasi iman yang terpatri di dalam dada.

 Seperti yang telah menjadi tradisi, bahkan keharusan di dalam perusahaan atau badan usaha, setiap akhir tahun selalu membuat neraca yang memperhitungkan debet dan kreditnya, untung dan ruginya. Setelah itu melangkah ke depan sambil mengoreksi kelemahan dan kesalahan  yang pernah dilakukan, serta berupaya memperbaikinya agar di tahun- tahun mendatang tidak lagi melakukan kesalahan tetapi justeru sebaliknya, sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih baik. Kalau tidak melakukan upaya ini, jangan harap perusahaan akan terus eksis dan berkembang di tengah- tengah persaingan yang semakin keras. Mungkin untuk tetap bertahan saja sangatlah sulit.

 Allah SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang- orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha Mengetahuia apa yang kamu kerjakan. (QS. Al- Hasyr: 18)

Mari kita bertanya pada diri kita: Sudahkah kita menghitung- hitung amal kita ? Sampai sejauh manakah prestasi amal kebaikan, untuk kemudian ditingkatkan. Dan dosa- dosa serta kesalahan- kesalahan apakah yang pernah kita lakukan untuk kita perbaiki ? Jika kita jujur, jawabannya pasti ada dalam diri kita masing- masing.

 Rasulullah SAW mengingatkan kita: “Jika hari ini lebih baik dari hari kemarin berarti beruntung, jika hari ini sama dengan hari kemarin berarti merugi dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin berarti dzalim/ celaka” Maka alangkah baiknya jika kita selalu melakukan introspeksi/ muhasabah, agar amal kita dari hari ke hari semakin membaik dan tidak sebaliknya. Umar bin Khattab berkata:

حَاسِبُوْااَنْفُسَكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسَبُوْا

Artinya:

“Hitunglah (amal) dirimu sebelum dihitung (di akhirat nanti)”

 Kita sering menghitung untung rugi kalau kita berusaha, berniaga, berserikat dan lain- lain. Tetapi kita sering atau mungkin selalu lupa menghitung amal kita, padahal kita ini banyak berbuat salah dan dosa, banyak melakukan ma’siyat dan munkarat. Yang sering kita ingat hanyalah kebaikan dan jasa- jasa kita, tapi kita selalu berusaha melupakan dosa- dosa kita. Untuk mengingat- ingat  saja tidak pernah, maka bagaimana mungkin kita akan menangisi dan menyesali dosa ? Kita ini termasuk manusia yang lalai, tidak mampu memanfaatkan waktu untuk beramal kebajikan. Kita ini terlena hanya karena disibukkan oleh urusan- urusan duniawi, sampai kita tidak sadar telah tertipu olehnya. Yakinlah bahwa akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada dunia.

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى 

Artinya:

“Tetapi kamu (orang- orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’la: 16- 17)

 Kita hendaknya melakukan muhasabah/ introspeksi dalam 4 hal:

  1. Hablumminallah (hubungan dengan Allah). Sudahkah kita menunaikan tugas/ kewajiban kita kepada Allah ? Kita sadar bahwa sebenarnya diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi kepada-Nya. “Wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’budun”
  2. Hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia). Manusia yang bagus hubungannya dengan Allah, tapi buruk dengan sesama manusia, maka ia akan menjadi manusia yang bangkrut dan celaka di dunia maupun di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاس

Mereka ditimpa kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada kepada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia. (QS. Ali Imran: 112)

  1. Hablumminannafs (dengan diri kita sendiri). Yaitu melakukan introspeksi tentang perilaku dan sifat yang berkembang dalam diri kita.
  2. Hablumminal ‘alam (hubungan kita dengan ‘alam). Manusia hidup di alam dengan alam dan dari alam, namun manusia sering kejam dan berbuat dzalim terhadap alam. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah fil ardh, ternyata telah berubah menjadi makhluk perusa knomor satu di muka bumi ini. Mari perbaiki hubungan kita dengan alam. Allah SWt berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ(41)قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakan: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang- orang yang dahulu, kebanyakan dari mereka itu adalah orang- orang yang mempersekutukan (Allah). QS. Ar- Rum: 41- 42

 Jadikanlah dunia ini sebagai ladang tempat beramal. Dunia sebagai tempat menanam dan akhirat tempat mengetam. Rasulullah SAW bersabda.

كُنْ فِى الدُّنْيَاكَاَنَّكَ غَرِيْبٌ اَوْعَابِرُسَبِيْلٍ.  رواه البخارى عن ابن عمر

Artinya:

“Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang merantau” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar)

 Orang yang sedang merantau itu sedang mencari bekal untuk dibawa pulang kampung. Di perantauan bekerja keras agar mendapatkan bekal yang banyak ke kampung asalnya. Demikian pula kita hidup di dunia ini sedang merantau untuk sementara, dan akan pulang ke negeri yang kekal yaitu negeri akhirat. Sehingga hidup kita di dunia ini harus diorientasikan ke negeri akhirat.

Hidup ini sebenarnya hanya sedang menunggu giliran saja, suatu saat kita akan ditarik dari peredaran dunia ini, akan pulang kampung ke negeri yang kekal. Semua yang kita cintai dan mencintai kita akan kita tinggalkan, atau ia yang lebih dulu meninggalkan kita; Rumah yang mewah, harta yang banyak, kendaraan yang bagus, semuanya tidak ada yang kita bawa, kecuali amal kita untuk dihitung dan dipertanggung jawabkan di Mahkamah Robbaniyah. Rasulullah SAW bersabda.

تَتْبَعُ الْمَيِّةَثَلاَثٌ اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ اِثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ. يَرْجِعُ اَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.  رواه البخارى ومسلم

Artinya:

“Tiga perkara yang mengikuti mayat; Keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua akan kembali dan yang satu akan mengikutinya. Keluarganya dan hartanya akan kembali dan yang tetap mengikutinya adalah amalnya.” (HR. Bukhari Muslim)

 Kita sering menyaksikan jenazah yang sedang diusung, diiringi oleh sanak familinya menuju pemakaman. Atau diangkut dengan kendaraan, yang diiringi oleh kendaraan- kendaraan miliknya, semuanya mengiringi tuannya menuju tempat peristirahatan yang terahir. Namun setelah sang jenazah dukuburkan, tidak ada satupun sanak familinya yang ikut, tidak ada sedikitpun harta miliknya yang menemaninya. Semuanya akan kembali ke tempatnya masing- masing, hanyalah amal perbuatannya selama ia hidup, yang akan menemaninya dengan setia

 Allah SWT tidak akan bertanya berapa lama usia kita selama di dunia, tapi yang akan ditanyakan adalah apa yang telah kamu kerjakan selama di dunia. Rasulullah SAW bersabda.

خَيْرُالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَعَمَلُهُ. رواه احمدوالترمذىوالحاكم

Artinya:

“Sebaik- baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya dan seburuk- buruk manusia adalah orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya.” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Hakim)

 Karena kita akan pulang kampung kembali ke hadirat-Nya, maka bekal apa yang harus kita persiapkan ? Allah SWT berfirman.

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ 

Artinya:

“Berbekallah, sesungguhnya sebaik- baik bekal adalah taqwa. Bertaqwalah kepada- Ku wahai orang- orang yang menggunakan fikiran.” (QS. Al- Baqarah: 197)

 Taqwa adalah titik puncak pengabdian seorang makhluk kepada Khaliknya. Taqwa adalah pengabdian dan penyerahan diri secara total kepada Allah SWT, penyerahan diri lahir batin yang dimanifestasikan dalam bentuk menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Di dalam taqwa terkumpul segala sifat dan sikap terbaik manusia; Ada takut, harap, cinta, sabar, khudhu, tawadhu dan lain- lain. Jadi bekal kita yang terbaik setelah mati untuk dibawa ke negeri akhirat adalah taqwa.

 Marilah kita manfaatkan sisa umur yang Allah berikan untuk mencari bekal yang terbaik. Usia  boleh digerogoti masa, tapi prestasi ‘amal dan  ibadah harus terus ditingkatkan. Adalah termasuk golongan manusia yang merugi apabila tidak mampu memanfaatkan umur yang diberikan Allah kepada kita.

Ciputat, 1992

Drs. H. Djedjen Zainuddin/ 0817732580

16. SIKAP POSITIF

MENYAMBUT BULAN RAMADHAN

 

Beberapa hari lagi kita akan bertemu bulan Ramadahan tahun…….H. Bulan Ramadhan adalah bulan yang dihormati dan diagungkan oleh Allah SWT, bulan yang mulia dan penuh keberkahan. Bulan Ramadhan adalah penghulu dari segala bulan.

 Laksana tamu agung yang dihormati dan dicintai, setiap kedatangan bulan Ramadhan Rasulullah dan para shahabatnya selalu menyambutnya dengan penuh kegembiraan, dengan penuh suka cita. Di depan para shahabat Nabi SAW sering mengucapkan tahniyah:

اتَاَكُمْ رَمَضَانَ سَيِّدُالشُّهُوْرِفَمَرْحَبًابِهِ وَاَهْلاً, جَاءَشَهْرُالصِّيَامِ بِالْبَرَكَاتِ فَاَكْرِمْ بِهِ مِنْ زَائِرٍهُوَاتٍ

Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka ucapkanlah selamat datang kepadanya. Telah datang bulan Puasa, membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu.

 Pada saat  Ramadhan tiba, Rasulullah SAW dan psra shahabatnya menyambutnya dengan penuh suka cita. Sebaliknya, jika hampir berahir Ramadhan, mereka bersedih, karena tahun depan belum tentu bertemu  kembali dengan bulan yang agung dan mulia itu.

 Mengapa bulan Ramadhan dianggap sebagai bulan yang paling mulia ? Karena selain di dalamnya diperintahkan berpuasa, banyak sekali keistimewaan bulan Ramadhan, antara lain:

 

  1. Bulan Ramadhan adalah satu- satunya nama bulan yang tersurat di dalam Al-Qur’an
  2. Bulan Ramadhan adalah permulaan diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
  3. Pada bulan Ramadhan diturunkan Malam Qadar, dimana pada malam itu nilai pahala amal manusia dilipat gandakan lebih baik dari 1.000 bulan
  4. Dilipat gandakan pahala amal manusia. Rasulullah SAW bersabda:

 مَنْ تَطَوَّعَ بِخِصْلَةٍمِنْ خِصَالِ الْخَيْرِكَانَ كَمَنْ اَدَّى فَرِيْضَةًفِيْمَاسِوَاهُ,  وَمَنْ اَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةًكَانَ كَمَنْ اَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَاسِوَاهُ. ( رواه ابن خزيمة عن سلمن الفريس)

Barang siapa mengerjakan sunnah di dalam bulan Ramadhan dari perkara- perkara kebajikan, adalah sama seperti orang yang menunaikan fardhu di bulan selain Ramadhan. Dan barang siapa yang menunaikan fardhu di bulan Ramadhan pahalanya sama dengan menunaikan 70 fardhu di bulan selain ramadhan. (HR. Ibnu Khuzaimah dari Salman Al-Farisi)

  1. Dibukakan pintu- pintu syurga dan ditutup rapat- rapat pintu neraka.
  2. Dibelenggunya syetan dan nafsu

Di dalam hadits qudsi dijelaskan:

اِذَاجَاءَشَهْرُرَمَضَانَ فُتِحَتْ اَبْوَابُ الْجَنَّةَوَغُلِقَتْ اَبْوَابُ النَّارُوَصُفِّدَتِ الشَيَاطِيْنُ

Apabila datang bulan Ramadhan dibukakan pintu- pintu syurga, ditutup pintu- pintu neraka dan dibelenggu syetan.

 Dengan tidak mengecilkan bulan- bulan yang lainnya,  maka dalam pandangan Islam, bulan Ramadahan adalah bulan yang paling mulia,  sehingga bulan Ramadhan disebut “sayyidusy-syuhur” (penghulu segala bulan). Karenanya jika Ramadhan tiba  kita harus menyambutnya sesuai dengan ajaran Islam. Sikap positif itu adalah:

 Pertama, hendaklah kita memeperlihatkan kesenangan hati dan jiwa dalam menghadapi bulan Ramadhan, sebagaimana yang selalu diperlihatkan oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Mereka selalu menyambut bulan puasa, karena bulan ini adalah bulan yang penuh keberkahan, rahmat dan ampunan dari Allah SWT.

 Kedua, mengulang dan mempelajari kembali pelajaran- pelajaran yang berkenaan dengan ibadah puasa., agar kita dapat melaksanakan puasa dengan baik dan benar sesuai dengan tatacara yang digariskan agama. Pelajaran- pelajaran tersebut baik mengenai rukun puasa, syarat puasa, amalan- amalan yang diwajibkan, disunahkan dan diharamkan ketika berpuasa. Juga tentang rahasia, manfaat dan hikmah- hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa. Puasa Ramadhan datang hanya satu tahun sekali, mungkin saja diantara kita ada yang lupa tentang tata cara puasa yang baik, sehingga perlu mempelajari kembali, agar apa yang kita laksanakan tidak keliru dan tidak sia- sia di hadapan Allah SWT.

 Ketiga, menguatkan semangat (himmah) untuk menjalankan latihan dengan sempurna, agar kita memperoleh kesan yang mendalam dari latihan yang suci itu. Bulan Ramadhan adalah bulan latihan berjihad; Berjihad memerangi nafsu yang tercela, memerangi loba dan tamak. Bulan puasa adalah bulan latihan sabar, jujur dan meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Juga bulan untuk mensucikan diri dari berbagai dosa dengan budi pekerti yang tinggi dan terpuji.

 Keempat, memperbanyak do’a semoga Allah SWT memberikan kekuatan, kelapangan dan kesempatan untuk dapat mengerjakan ibadah puasa. Juga mudah- mudahan Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga dapat menunaikan ibadah puasa dengan hati yang jujur dan penuh keikhlasan, terjauh dari riya, ujub, sum’ah dan dari segala bentuk penyakit hati yang dapat menghilangkan nilai pahala puasa.

 Kelima, hendaklah kita berusaha melenyapkan kebiasaan- kebiasaan (tradisi) yang memberatkan dalam menjalankan ibadah puasa. Kita dapati sebagian besar umat Islam menyambut bulan puasa dengan kebiasaan yang memberatkan yang sama sekali tidak ada perintah dari Allah maupun Rasul-Nya. Kebiasaan itu antara lain ketika Ramadhan tiba, mereka berusaha mengumpulkan berbagai makanan dan minuman yang sedap- sedap, yang mahal- mahal yang justeru semakin memperbesar anggaran biaya/ belanja. Mereka berdalih: “Ini adalah keperluan puasa, ini adalah sirop puasa, kue puasa, tepung puasa, ayam puasa” dan lai lain. Maka jika tidak dapat mengumpulkan makanan dan minuman yang enak- enak, mereka merasa kecewa, seolah- olah puasanya kurang sempurna. Suatu ketika seorang tuan menjual sebagian kekayaannya kepada seorang saudagar kaya. Setelah itu ia membelanjakan uangnya untuk membeli berbagai jenis makanan dan minuman yang istimewa. Salah seorang  pembantunya bertanya: “Untuk apakah tuan menyediakan makanan dan minuman sebanyak ini? Padahal  selama ini tuan tidak pernah  mengumpukannya sebanyak ini.” Tuan itupun menjawab: “Ini persiapan untuk bulan puasa yang hanya tinggal beberapa hari lagi.” Mendengar jawaban tuannya itu sang khadim berkata: “Tuan menyambut bulan Ramadhan dengan memperbanyak rupa- rupa makanan dan berfoya- foya. Saya tidak sanggup lagi berlama- lama dengan tuan. Sudilah kiranya tuan mengembalikan saya kepada tuan saya yang dulu”

 Ternyata fenomena seperti ini telah menjadi bagian budaya yang tidak bisa dipisahkan dari bulan Ramadhan. Bila Ramadhan tiba anggaran belanjapun naik berlipat ganda. Padahal budaya ini bukan saja tidak ada dalam Islam, tetapi juga dilarang oleh agama, karena termasuk pemborosan, mengada- ada dan perbuatan yang memberatkan. Agama hanya menyuruh kita untuk memperbanyak amal dan  shadaqah kepada fakir miskin dan kepada orang yang sedang puasa.

 Keenam, mengucapkan tahniyah atau selamat datang atas tibanya bulan Ramadhan. Rasulullah saw selain mengucapkan tahniyah, beliau juga menggembirakan para shahabatnya dengan perkataannya:

قَدْجَاءَكُمْ شَهْرُرمضانَ شَهْرٌمُبَارَكٌ كَتَبَ اللهُ عليكم صِيَامَهُ فِيْهِ تُفْتَحُ اَبْوَابُ الْجِنَنِ وَتُغْلَقُ ابوابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فيهِ الشَّيَاطِيْنَ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌمِنْ اَلْفِ شَهْرٍمَنْ حُرِمَ خَيْرُهَافَقَدْحُرِمَ

Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah memerintahkan kepadamu di dalamnya untuk berpuasa. Dalam bulan Ramadhan dibuka segala pintu syurga, ditutup segala pintu neraka dan dibelenggu segala syaithan. Di dalamnya ada malam yang nilainya lebih baik dari 1.000 bulan. Barang siapa tidak diberikan kebaikan padanya pada malam itu, berarti ia telah diharamkan baginya segala macam kebaikan. (HR. Ahmad, Nasai dan Baihaqi dari Abi Hurairah)

 Banyak diantara kita apabila datang  bulan Ramadhan justeru menjadi stres, karena puasa Ramadhan dianggapnya sebagai beban yang sangat memberatkan. Bahkan ada yang seperti disiksa, yang tadinya bebas makan di mana saja, namun dengan datangnya bulan Ramadhan kebebasan itu tidak ada lagi, seolah- olah seperti dikekang di dalam penjara.

 Ini semua karena kesadaran akan menaati perintah-Nya masih sangat rendah, masih harus terus dipupuk agar muncul kesadaran yang tinggi. Berpuasa memang bentuk ibadah yang berat, tetapi kalau dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran akan melahirkan bermacam- macam manfaat dan hikmah bagi kehidupan kita. Sehingga berpuasa tidak lagi menjadi beban tetapi sebagai kebutuhan dalam hidup kita.

Ciputat,  1992

Drs. H. Djedjen Zainuddin