PROBLEM UMAT ISLAM

29. PROBLEM UMAT ISLAM

    Melalui mimbar yang mulia ini khatib mengajak untuk lebih meningkatkan pengabdian kepada Allah SWT dengan pengabdian yang sebenar- benarnya. Kita berupaya untuk dapat melaksanakan syari’at Islam dengan sebaik- baiknya, dan  berupaya mempertahankan Islam dari kemusnahannya. Sebab kita yakini bahwa hanya Islam-lah agama yang diridhai Allah SWT. Kita juga bangga karena sebagai umat Muhammad oleh Allah dinyatakan sebagai sebaik- baik umat yang pernah diturunkan kepada manusia.

كنتم خيرامةاخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكروتؤمنون بالله.

ال عمران: 110

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

     Boleh saja kita bangga bahwa kita sebagai umat yang terbaik di muka bumi ini. Tapi di depan mata kita terpampang problem dan tantangan umat yang amat besar, yang memerlukan peranan dan keterlibatan kita.

 Ali ra menggambarkan masa depan umat Islam:

يَأْتِى عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَيَبْقَى مِنَ اْلاِسْلاَمِ اِلاَّاِسْمُهُ وَلاَمِنَ الْقُرْأنِ اِلاَّرَسْمُهُ يَعْمُرُوْنَ مَسَاجِدَهُمْ وَهِيَ خَرَابٌ مِنْ ذِكْرِاللهِ تَعَالى شَرُّاَهْلِ ذَلِكَ الزَّمَانُ عُلَمَائُهُمْ مِنْهُمْ تُخْرِجُ الْفِتَنِ.

“Akan datang suatu zaman kepada manusia, tidak akan kekal Islam kecuali hanya namanya, tidak akan kekal Al-Qur’an kecuali hanya tulisannya, mereka meramaikan masjid tetapi masjid sepi dari orang yang berdzikir kepada Allah. Seburuk- buruk penghuni zaman tersebut adalah orang- orang pintar, karena dari mereka keluar fitnah.”

     Kita bangga melihat kuantitas umat Islam Indonesia, yaitu lebih kurang 85 % dari 200 juta orang penduduk Indonesia. Tapi kita prihatin menyaksikan kualitas umat Islam. Banyak yang mengaku muslim, tetapi merasa asing terhadap ajaran Islam. Mengaku beragama Islam tetapi perilakunya tidak mencerminkan ke-Islam-annya.  Maka lahirlah julukan “Islam KTP”. “Islam Kartu Keluarga”, “Islam Surat Nikah” dan atribut- atribut lainnya, yang kesemuanya itu mencerminkan lemahnya penghayatan terhadap agama Islam.

    Bahkan di Indonesia saat ini sedang terjadi perang yang dahsyat, yaitu perang antara yang haq dengan yang bathil, dan ini akan terus berlangsung tanpa batas. Dalam kasus pornografi dan porno aksi, munculnya majalah play boy, yang sebelumnya telah ditentang dan didemo habis- habisan, toh ahirnya majalah itu terbit karena memperoleh SIUP dari pemerintah. Majalah yang sangat identik dan sarat dengan pornografi dan iformasi pornoaksi telah lahir di negri yang jumlah umat Islamnya terbesar di dunia, tapi wujuduhum ka’adamihim (adanya seperti tidak ada). Sungguh sangat memilukan sekaligus memalukan !. Di sisi lain upaya memberantas pornografi/ pornoaksi dengan akan diterbitkannya UU APP mengalami hambatan yang luar biasa. Bahkan para penentang UU APP dengan beraninya menyatakan tantangannya, bahkan ancamannya. Yang lebih  disayangkan seorang kiayi besar berujar: “Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling porno”. Subhanallah. Kebathilan telah mengalahkan kebenaran. Mudah- mudahan negeri Islam Indonesia tidak menjadi kuburan bagi umat Islam.

 Apalagi di era teknologi modern ini, tantangan bagi ke-Islam-an seseorang semakin besar dan kuat. Dengan tidak bermaksud mengecilkan dan meremehkan dampak positif hasil teknologi, tapi juga ternyata produk- produk teknologi telah banyak memalingkan manusia dari agama. Bahkan hasil teknologi jauh lebih menarik daripada agama, karena benar- benar telah dikemas sedemikian rupa, sehingga manusia terpesona olehnya.

     Berapa lamakah kita dan anak- anak kita nongkrong di depan televisi ? di depan video game ? Berapa lamakah  waktu yang kita luangkan di depan komputer ? di depan internet ? Yang kesemuanya itu banyak memalingkan kita dari agama dan melupakan diri kita untuk beribadah kepada Allah SWT.

 Kita memang tidak bisa lari dari hasil- hasil teknologi, sebab hasil- hasil teknologi itupun sangat diperlukan dalam kehidupan kita. Tapi tidak berarti kita harus hanyut oleh hasil teknologi, yang menyebabkan kita lalai mengingat Allah. Melainkan bagaimana kita menjadikan produk- produk teknologi sebagai alat untuk beribadah kepada Allah. Kita berupaya melakukan Islamisasi teknologi dan memberikan muatan- muatan agama di dalam teknologi.

     Belum lagi dampak proses globalisasi, yang membuat dunia ini seolah- olah tanpa batas. Sebuah tantangan besar seperti yang digambarkan John Naisbit dan Patricia Aburdene dalam Megatrand 2000, ia menunjukkan adanya kesamaan gaya hidup manusia di seluruh dunia pada abad XXI ini. Dari gejala sekarang ini ia meramalkan terjadinya globalisasi dalam 3 F, yaitu: Food, Fashion dan Fun (Makanan, mode dan hiburan).

     Dalam masalah makanan (food), umat Islam tidak hanya ditantang untuk melindungi diri dari bahaya keracunan fisik, tapi juga mencegah terjadinya pelanggaran syariah. Berusaha mencari makanan yang “halalan thayyiba”, makanan yang halal dan baik. Karena dewasa ini banyak produsen “nakal” yang memasukkan unsu- unsur makanan haram ke dalam produk makanannya untuk dijual ke pasaran. Sementara di sisi lain pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga- lembaga Islam terhadap kehalalan makanan yang beredar di masyarakat sangat lemah dan tidak tegas.

     Dalam masalah mode pakaian (fashion), umat Islam dituntut untuk dapat menciptakan busana yang Islami tetapi tetap trendi. Karena kecenderungan zaman menghendaki pakaian yang tipis, transparan dan ketat. Ini yang disebut oleh Rasulullah “kasyiyatin ‘ariyatin”, berpakaian tetapi telanjang. Hususnya kaum wanita semakin hobi mempertontonkan tubuhnya untuk “dijual” kepada kaum pria dengan harga yang “murahan”. Perilaku ini di satu sisi dapat mengundang syahwat dan nafsu syaithoniyah bagi kaum pria, di sisi lain justeru menjatuhkan nilai dan martabat kaum wanita sendiri. Wanita semakin tidak ada harganya di mata pria. Karenanya akibatnya perzinahan terjadi di mana- mana, pelecehan seksual terhadap wanita semakin menjadi- jadi. Ini semua karena dipicu dan dipacu oleh mode pakaian yang tidak Islami.

     Dalam dunia hiburan (fun) telah terjadi bisnis internasional, dimana hiburan bukan hanya sebagai pelepas lelah atau pengisi waktu santai, tetapi hiburan telah mendorong terjadinya proses demoralisasi dan despiritualisasi di dalam masyarakat.

     Teknologi telah dijadikan kiblat oleh umat Islam, sementara Kitab Suci Al-Qur’an secara perlahan tapi pasti semakin ditinggalkan.  Al- Qur’an tidak lagi menjadi tuntunan hidup tapi hanya sekedar tontonan hidup. Karenanya benar apa yang diungkapkan Ali bin Abi Thalib: “Tidak kekal Al-Qur’an kecuali tinggal tulisannya.” Di mana- mana Al-Qur’an dipamerkan, dilombakan dan dicetak dengan berbagai edisi yang bagus, tapi isinya semakin dilupakan manusia. Allah SWT menyindir di dalam Al’Qur’an:

مثل الذين حملواالتورات ثم لم يحملوهاكمثل الحماريحمل اسفارا. بئس مثل القوم الذين كذبواابأيات الله والله لايهدى القوم الظالمين. الجمعة: 5

“Perumpamaan orang- orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tidak mengamalkannya adalah seperti keledai yang membawa kitab- kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat- ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang dzalim.” (QS. Al- Jumu’ah: 5)

     Problem umat Islam lainnya sebagaimana digambarkanoleh Ali bin Abi Thalib adalah semakin ramainya masjid tetapi semakin sedikit orang yang berdzikir kepada Allah. Kita saksikan, masjid berdiri di mana- mana; Di tiap RT, kantor, hotel, bahkan nite club dibangun masjid. Umat Islam kompak pada saat mendirikan masjid, ada yang menyumbang dengan hartanya, dengan tenaganya dan ada pula yang menyumbang dengan fikirannya. Tapi setelah masjid selesai satu persatu mengundurkan diri. Jika menyangkut ceremonial atau upacara peringatan misalnya, masjid ramai dikunjungi jama’ah, tetapi bila menyangkut ritual atau ibadah mesjid kembali menjadi sepi. Kita lihat di sebagian besar masjid, setiap shalat jama’ah tidak sampai satu baris, apalagi shalat shubuh, terjadi “borongan”. Sungguh sangat menyedihkan

 Untuk menutupi kekurangan, lantas kita berdalih: “Tidak apa- apa kita tidak ke masjid, yang penting berjama’ah di rumah dengan keluarga”. Masjid ahirnya berubah nama, tidak lagi Al-Muttaqin, atau Al-Muhajirin, tetapi menjadi “Al- Mubadz-dzirin”

     Suatu malam Abdullah bin Umar kedatangan tamu. Karena asyiknya menerima tamu, ia terlambat untuk melaksanakan shalat jama’ah. Ia lihat di masjidnya sudah selesai melaksanakan shalat jama’ah, maka ia segera mendatangi mesjid di sebelah kampungnya, dan ternyata shalat jama’ah telah dilaksanakan. Ia pun berlari mencari masjid yang diperkirakan belum melaksanakan shalat jama’ah. Ternyata seluruh masjid sudah melaksanakan shalat Isya berjama’ah. Ia sangat menyesal dengan sejadi-jadinya, ia menangis di hadapan Allah swt. Atas penyesalannya ia shalat taubat semalam suntuk, memohon ampun kepada Allah karena tidak dapat melaksanakan shalat Isya berjama’ah.

     Pernahkan kita menyesal karena tidak melaksanakan shalat berjama’ah ? jangan- jangan kita meninggalkan shalat fardhu saja tidak menyesal. Na’udzu billahi min dzalik.

    Dalam menghadapi berbagai problem di atas, semuanya terpulang kepada kita semua. Hendaknya kita selalu melakukan introspeksi terhadap keislaman kita dan menyadari akan kekurangan serta kekeliruan kita terus berupaya memperbaiki ibadah kita. Mulai dari sekarang, dan mulai dari diri kita sendiri. Iman kita teramat rapuh, ghirah agama kita sangat lemah dan semangat jihad kita kosong. Akibatnya umat Islam hancur sebagaimana digambarkan oleh nabi SAW bagaikan hidangan lezat yang diperebutkan oleh orang- orang yang lapar. Mari kita jadikan Al-Qur’an dan As- Sunah sebagai pedoman hidup kita. Rasulullah SAW bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْااَبَدًامَااِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَاكِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَرَسُوْلِهِ

“Telah aku tinggalkan dua perkara, kalian tidak akan sesat selamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.”

 

Ciputat, 1996

Drs. H. Djedjen Zainuddin

Leave a comment