BERSYUKUR KEPADA ALLAH

27. SYUKUR KEPADA ALLAH

 

         Tiada kata yang lebih agung, meskipun rangkaian kata para pujangga atau rayuan orang yang sedang dimabuk cinta, melebihi kalimat pujian dan syukur kepada Allah SWT atas segala ni’mat yang telah Ia anugerahkan kepada kita. Baik ni’mat jasmani, ni’mat sehat wal-afiat, ni’mat harta, ni’mat jabatan, maupun ni’mat yang paling besar yaitu ni’mat iman dan Islam, yang insya Allah akan mengantarkan kita kepada keselamatan dunia dan akhirat. Imam Al-Ghazali menegaskan, bahwa ni’mat itu adalah “setiap kebaikan, kelezatan, kebahagiaan, bahkan keinginan yang terpenuhi adalah ni’mat dari Allah SWT. Adapun ni’mat yang sejati dan kekal adalah kebahagiaan hidup di akhirat nanti.”

 Ni’mat yang dikaruniakan Allah kepada kita tidak dapat dihitung dengan apapun, walaupun dengan alat yang paling canggih sekalipin.

“Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah). QS. Ibrahim: 34

 Kita perhatikan ni’mat badaniyah: Dari ujung rambut sampai telapak kaki adalah ni’mat Allah yang amat banyak. Mata dapat melihat dan memandang alam yang indah dan menarik. Telinga dapat mendengar suara dan bunyi, sehingga banyak pengalaman dan pengetahuan yang dapat kita serap. Mulut dapat berbicara apa saja yang kita inginkan, baik dengan suara keras atau lemah, atau hanya sekedar berbisik. Demikian juga  tangan dengan jari jemarinya dapat mengambil, meraih, membawa dan meraba benda yang kita inginkan. Kaki dapat berjalan dan melangkah ke mana yang kita suka, mengantarkan kita ke tempat yang kita tuju. Belum kita hitung organ tubuh vital, seperti jantung, paru- paru, hati, ginjal dan lain- lain, semuanya adalah karunia dari Allah SWT yang tiada terhingga nilainya.

 Kita barangkali tidak pernah membayangkan, bagaimana kalau suatu saat tiba- tiba ni’mat mata dicabut oleh Allah swt, tidak bisa melihat obyek di depan kita. Telinga tiba- tiba tidak bisa mendengar suara dan bunyi. Lidah tiba- tiba menjadi kelu tak dapat bicara. Pasti kita akan merasakan ada sesuatu yang amat berharga dalam hidup kita hilang dari kita. Bisa dipastikan, kita akan berusaha dengan sekuat kemampuan kita untuk mengembalikan organ tadi agar berfungsi kembali, walaupun harus mengeluarkan uang berapapun jumlahnya, atau apapun pengorbanan yang harus kita lakukan.

 Sungguh tak terhingga banyak dan besarnya ni’mat yang Allah berikan kepada kita. Tak bisa digantikan dengan harta, uang, pangkat, jabatan dan lain- lain. Bahkan jika seluruh yang kita punyai kita hitung untuk membalas ni’mat Allah, sungguh tidak akan terbalaskan.

 Hadirin…

Yang paling penting bukan bagaimana kita menghitung- hitung ni’mat Allah. Tapi bagaimana agar kita menjadi orang yang pandai mensyukuri ni’mat Allah. Allah SWT berfirman.

واشكروانعمت الله ان كنتم اياه تعبدون.  النحل: 114

“Bersyukurlah atas ni’mat Allah jika kamu (benar- benar) menyembah Allah” (QS. An- Nahl: 114)

 Bersyukur artinya menggunakan ni’mat Allah untuk beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Jika kita diberikan harta, lalu kita menggunakannya di jalan Allah, maka berarti kita telah mensykyri ni’mat Allah. Jika kita diberikan badan sehat, lalu kita gunakan untuk beribadah kepada-Nya, maka itu berarti bersyukur atas ni’mat Allah. Demikian pula yang lainnya, seperti pangkat, jabatan dan lain- lain. Maka bersyukur itu bisa di dalam hati, dengan lisan, dengan perbuatan, dengan harta dan lain- lain.

 Semua yang Allah berikan kepada kita akan dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda

لَنْ تَزُوْلَ قَدَمَ عَبْدٍيَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْئَلَ عَنْ اَرْبَعِ خِصَالٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَااَفْنَى وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَااَبْلَى وَعَنْ مَالِهِ مِنْ اَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَااَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَاعَمِلَ بِهِ

“Tidak akan bergerak telapak kaki manusia pada hari kiamat nanti sehingga ditanya empat perkara: Tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang badannya digunakan untuk apa, tentang hartanya dari mana ia diperoleh dan untuk apa ia gunakan, serta tentang ilmunya diamalkan untuk apa.”

 Banyak manusia yang celaka karena tidak pandai mensyukuri ni’mat Allah, sebagaimana digambarkan Allah dalam Al-Qur’an;

 “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda- tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat- ayat Allah). Merka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang- orang yang lalai.” (QS. Al- A’raf: 179)

 Banyak umat manusia pada masa lalu yang dihancurkan Allah karena tidak pandai mensyukuri ni’mat Allah. Misalnya umat nabi Nuh musnah ditelan banjir besar, umat Nabi Luth ditimpa hujan batu dan petir. Semuanya karena tidak mensyukuri ni’mat Allah. Juga Qarun diamblaskan ke dalam perut bumi beserta seluruh hartanya yang sangat banyak, karena tidak mau bersyukur kepada Allah SWT. Kaum Saba di Yaman yang hidup dalam kecukupan bahkan kemewahan tetapi tidak mendengarkan anjuran Allah untuk mensyukuri ni’mat, ahirnya Allah kirimkan banjir sehingga mengakibatkan bobolnya bendungan Ma’rib, yang meluluh lantakan seluruh tanaman yang sedang berbuah dan Allah gantikan dengan tumbuhnya pepohonan yang berbuah pahit.

  Contoh- contoh di atas adalah i’tibar atau  pelajaran yang baik bagi kita agar menjadi manusia yang pandai bersyukur kepada Allah SWT. Allah memperlihatkan kepada kita, bagaimana akibatnya orang yang kufur atas ni’mat-Nya. Yaitu Allah ganti ni’mat itu dengan laknat-Nya.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

 Entah sadar atau tidak, kita ini sebenarnya sering diberikan adzab atau bencana oleh Allah karena kita kufur ni’mat. Kita sering menderita karena ulah kita sendiri yang tidak pandai mensyukuri ni’mat. Pada saat itu lalu kita mengeluh dan mengadu kepada Allah: “Ya Allah dosa apa yang hamba lakukan, sehingga Engkau berikan bencana seperti ini !” Kita mengeluh kepada Allah, tapi kita tidak mau mengakui kesalahan kita. Ini kesalahan besar dalam hidup kita. Mestinya kita mengadu kepada Allah dengan mengakui dosa- dosa kita, bukan bertanya kepada Allah. “Ya Allah hamba-Mu ini mergelimang dosa, sehingga  Engkau timpakan bencana kepadaku. Ya Allah hamba-Mu ini menyesal dan bertobat kepada-Mu.”

 Sebelum adzab Allah datang, baik di dunia maupun di akhirat kelak, kita gunakan seluruh ni’mat dan pemberian Allah untuk bersyukur kepada-Nya. Harta yang kita miliki, pangkat yang kita sandang, jabatan yang kita raih, hakikatnya adalah titipan Allah SWT, agar kita menggunakannya untuk berjuang di jalan Allah.

 Hadirin…

Selain syukur dalam arti luas, Nabi SAW setiap mendapat ni’mat selalu melakukan sujud syukur:

أَنَّ رَسُوْلَ الله صلعم اِذَاإِيَّاهُ اَمْرٌيُسِرُّهُ اَوْبُشِّرَبِهِ خَرَّسَاجِدًاشُكْرًاِللهِ تَعَالىَ. رواه ابوداودوابن ماجه والترمذى

“Sesungguhnya Rasulullah SAW apabila memperoleh sesuatu yang menggembirakannya atau disampaikan kepadanya berita suka cita, maka ia melakukan sujud sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT.”  HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Turmudzi.

 Menurut Sa’ad bin Abi Waqas, dalam perjalanan Nabi SAW dari Makkah ke Medinah lama ia berdo’a, lalu ia bersujud. Kemudian Nabi menceritakan, bahwa ia berdo’a agar umatnya diberi syafaat di hari kiamat nanti. Ia bersujud karena do’anya dikabulkan Allah sepertiganya. Lalu ia kembali berdo’a , kemudian bersujud untuk yang kedua kalinya karena do’anya dikabulkan dua pertiganya. Maka Nabi berdo’a kembali, lalu bersujud yang ketiga kalinya karena do’anya dikabulkan seluruhnya. Subhanallah… Sedemikian hebatnya perilaku yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat mendapatkan ni’mat dari Allah SWT.

Abu Bakar Shiddiq sujud syukur karena Musailamah Al-Kadz-dzab (orang yang mengaku Nabi) tewas dalam peperangan. Ali bin Abi Thalib sujud syukur karena salah seorang kaum Khadraj mayatnya ditemukan dalam peperangan.

 Sungguh keliru apabila rasa syukur kepada Allah dimanifestasikan dalam bentuk hura- hura, foya- foya, mabuk atau perbuatan yang bertentangan dengan agama. Yang demikian itu bukan bersyukur tetapi kufur ni’mat.

 Mengahiri khutbah kali ini mari kita renungkan ayat Allah di dalam Al-Qur’an:

 “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni’mat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai, dan masukanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-Mu yang shaleh”. (QS. An- Naml: 19)

           

Ciputat, 1995

DRS. H. DJEDJEN ZAINUDDIN

Leave a comment